RadarJateng.com, Pendidikan –Menjadi tenaga pendidik pada kurikulum merdeka bukanlah merdeka sebebasnya dan seenaknya sendiri, namun esensi merdeka belajar tidak terlepas dari tiga dimensi yaitu komitmen dengan tujuan, mandiri dalam cara dan selalu melakukan refleksi. Pembelajaran merdeka berorientasi pada kebutuhan murid, dan selalu berpihak kepada murid. Model dan metode yang diterapkan guru dalam kegiatan belajar mengajar harus tepat sesuai dengan kebutuhan siswa. Media yang dipilih oleh guru juga dipastikan dapat mempermudah interaksi guru dan siswa, dengan maksud untuk membantu siswa belajar secara optimal. Guru abad 21 tidak hanya dituntut mampu mengajar dan mengelola kegiatan kelas dengan efektif, namun juga dituntut mampu membangun hubungan yang efektif dengan siswa dan komunitas sekolah,
Mata Pelajaran Pendidikan Bahasa Jawa, menjadi mata pelajaran yang dilematis, di satu sisi, Bahasa daerah harus terus dilestarikan, disisi lain, generasi sekarang hanya sedikit yang mau ikut menyimpannya, sehingga menjadikan jumlah penutur semakin sedikit. Salah satu faktor penyebab terjadinya penurunan jumlah penutur adalah akibat pengaruh budaya global. Pengaruh budaya itu menyebabkan generasi muda lebih suka berbicara dengan menggunakan bahasa nasional Bahasa Indonesia, sesekali diselingi dengan menggunakan bahasa asing, daripada dengan bahasa daerah.
Para siswa penutupan bahwa bahasa Jawa adalah bahasa kuno, ketinggalan zaman, bahasa kampungan. Dan yang lebih menarik lagi, ada yang menganggap Bahasa Jawa tidaklah penting, lebih penting bahasa asing yang bisa digunakan untuk melamar pekerjaan. Hal tersebut menjadikan minat belajar siswa terhadap bahasa jawa semakin menurun.
Namun sebagai guru abad 21 yang dituntut untuk menjembatani anak memperoleh ilmu, minat siswa yang menurun akan menjadi tantangan tersendiri. Guru dituntut agar lebih kreatif, inovatif, dan tidak monoton. Guru harus menciptakan kegiatan belajar yang menyenangkan bagi siswa sehingga minat belajar anak semakin meningkat.
Materi menulis berita pada mata pelajaran bahasa Jawa akan menjadi materi yang membosankan apabila hanya disampaikan dengan metode ceramah, karena materi menulis berita butuh praktik yang harus dilakukan oleh siswa, apalgi apabila dilakukan seolah-oleh seperti dilakukan oleh para jurnalis. Terkait dengan hal itu, penulis menerapkan metode role playing.
Pengertian pembelajaran role playing adalah metode pembelajaran di mana siswa secara langsung memerankan suatu masalah yang berfokus pada masalah-masalah tentang hubungan manusia. Siswa diberikan kesempatan untuk menggambarkan atau mengekspresikan suatu tokoh yang diperankan dan siswa-siswa lainnya mendapat tugas untuk mengamati tentang pedoman drama. Pada bagian tertentu misalnya di bagian tengah, guru dapat menghentikan drama dan memberi kesempatan pada siswa-siswa untuk mengeluarkan pendapat serta kritik mengenai materi pembelajaran yang sedang dipelajari.
Uno (2012) menuliskan bahwa model pembelajaran bermain peran atau role playing ini dipelopori oleh George Shaftel yang memiliki asumsi bahwa dengan bermain peran siswa akan mendapatkan dorongan untuk mengungkapkan perasaan serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis pada situasi permasalahan kehidupan nyata.
Permainan peran teknik diawali dengan persiapan dimana Guru memperkenalkan siswa pada permasalahan atau sebuah kasus yang berhubungan dengan materi yang tengah dipelajari. Permasalahan atau kasus yang disuguhkan bisa muncul dari imajinasi siswa atau sengaja disiapkan oleh guru. Selanjutnya adalah memilih tokoh untuk memilih siapa saja yang akan menjadi pemain atau pemeran dalam drama, siswa dan guru dapat melakukan musyawarah untuk memainkan peran yang dibutuhkan. Beri kesempatan pada siswa yang berminat untuk mengajukan dirinya sendiri. Hal ini membuat siswa lebih percaya diri.
Setelah semua pemain terpilih, Guru dapat melibatkan siswa lain dalam kegiatan mendekorasi kelas menjadi panggung pertunjukan. Hal ini sangat berguna untuk melarang Kerjasama kepada para siswa. Mungkin pada awalnya banyak siswa akan mengalami kebingungan dalam memainkannya atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Tidak menutup kemungkinan juga ada yang memainkan peran yang tidak wajib. Nah, di sinilah peran Guru dibutuhkan. Ketika ada hal yang menyimpang kemudian Guru menghentikan drama, ajaklah siswa untuk duduk Bersama dan membicarakan permainan tadi. Kemudian ajal mereka untuk melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Beri kesempatan kepada siswa untuk memberikan saran perbaikan seperti mengganti peran atau mengubah alur ceritanya.
Pada materi menulis berita, siswa diajak untuk terjun ke lapangan mencari berita sesuai dengan kondisi di lapangan dengan metode role playing, yaitu seolah-olah siswa memeragakan tokoh sebagai jurnalis berita. Pada tahap ini, seolah-olah ada siswa yang bertindak sebagai perekam video, ada yang bertindak sebagai pewawancara, dan ada yang bertindak sebagai pencatat berita. Ketika bahan berita sudah jadi, maka akan disunting juga penyunting berita. Setelah semua bahan berita jadi, proses membacakan berita dengan direkam dan diproduksi menjadi berita yang utuh. Hasil berita diunggah ke akun media sosial yang dimiliki oleh siswa, dan saling berkirim komentar.
Metode role playing yang diterapkan ke siswa pada materi menulis berita menjadikan permintaan belajar siswa semakin meningkat, karena dengan penerapan metode tersebut, menjadikan pembelajaran yang ditanamkan pada siswa ( student centre) . Dengan menerapkan metode role playing juga menjadikan siswa seolah-olah langsung terlibat menjadi tokoh yang diperankan. Para siswa juga senang karena bisa menghasilkan karya yang bisa diunggah ke akun media sosial yang dimiliki.
Penulis, Maulana Imam Fauzi, S.Pd. Guru SMP NEGERI 3 TAMAN, Pemalang – Jawa Tengah