RadarJateng.com, Pendidikan – Secara umum, anak usia dini adalah anak-anak yang berusia nol sampai dengan enam tahun. Beberapa orang menyebutnya dengan fase golden age, karena masa ini merupakan masa keemasan untuk menentukan seperti apa kelak jika menginjak dewasa baik dari segi fisik, mental maupun kecerdasan. Tentu saja dengan menciptakan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajarnya melalui mengamati, meniru dan bereksperimen dilakukan berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak.
Pendidikan usia dini adalah pendidikan yang ditujukan bagi anak-anak agar anak dapat mengembangkan potensinya sejak dini sehingga mereka dapat berkembang secara wajar sebagai anak. Tujuan dari pendidikan anak usia dini adalah agar anak memperoleh rangsangan intelektual pada enam aspek pengembangan, antara lain; fisik motorik, bahasa, seni, moral dan nilai agama, kognitif dan sosial emosional. Pendidikan anak usia dini merupakan bentuk pendidikan yang mempunyai peranan penting untuk mengembangkan kepribadian anak serta mempersiapkan mereka memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Salah satu hal yang perlu disiapkan agar anak siap memasuki jenjang pendidikan selanjutnya adalah kemampuan berhitung.
Kemampuan berhitung pada anak sangat penting dikembangkan guna memperoleh kesiapan dalam mengikuti pembelajaran ditingkat yang lebih tinggi khususnya dalam penguasaan konsep matematika. Kemampuan berhitung merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Pengenalan kemampuan berhitung dapat dilakukan dengan melalui permainan pada anak usia dini sangat penting dan sangat istimewa karena dapat menambah pengalaman mereka, meningkatkan kecakapan hidup, dan memecahkan masalah. Bermain dengan banyak media dan metode permainan dapat membantu peningkatan kepercayaan diri anak.
Rendahnya kemampuan anak terutama kemampuan kognitif dalam berhitung sering dijumpai apabila pembelajaran berpusat pada guru. Maksudnya adalah adanya peran guru yang terlalu menguasai kelas. Guru dengan spontan memberi tugas kepada anak tanpa memberikan pilihan kepada anak. Selain itu dapat pula disebabkan karena kurang menariknya media yang digunakan oleh guru untuk menunjang kegiatan pembelajaran. Guru kurang menggunakan media pembelajaran yang bervariasi dan juga masih menggunakan metode yang membuat anak merasa bosan dan anak kurang antusias dalam pembelajaran di kelas.
Menurut Munadhi (2013: 20), media pembelajaran dapat meningkatkan perhatian anak terhadap materi ajar, sehinggan anak dapat memfokuskan perhatiannya pada rangsangan yang dianggapnya menarik dan membuang rangsangan-rangsangan lainnya. Anak yang belajar menggunakan media pembelajaran akan belajar menggunakan bentuk-bentuk yang mewakili objek yang dihadapi.
Media Kelinci Geometri merupakan pengembangan dari media Hari Beruang Teddy ( Sujiono, 2013: 9.35) yaitu media yang bertujuan untuk membandingkan kuantitas simbol angka. Media Kelinci Geometri menggunakan media yang terbuat dari kain flanel berbentuk kelinci dengan bentuk geometri di setiap dadanya dan menggunakan kancing.
Penggunaan media dimulai dengan mengenal angka 1 sampai 10. Pada lembar pertama, tertempel bentuk segiempat demgan angka 1 menempel pada bentuk segiempat. Tugas anak adalah menempelkan kancing berdasarkan angka yang tertempel. Demikian juga pada lembar kedua dan selanjutnya akan tertempel bentuk geometri seperti segitiga dan lingkaran. Tugas anak adalah menempelkan kancing sejumlah angka yang menempel pada bentuk geometri. Aktivitas ini dapat juga dimanfaatkan untuk kegiatan belajar penambahan dan pengurangan angka bagi anak.
Media Kelinsi Geometri dipandang sangat tepat untuk media pembelajaran dalam mengkontruksi pengalaman belajar anak dan cocok untuk kegiatan pengembangan kemampuan berhitung anak. Anak dapat melakukan kegiatan secara mandiri. Media Kelinci geometri ini juga cocok menjadi model nyata dalam mengenal konsep bilangan yaitu angka 1-10. Hal ini akan lebih menarik bagi anak karena mereka dapat melakukan aktivitas matematika secara menyenangkan. Selain itu semua anak akan dibuat aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Penulis, Ningtyas Ratnaningsih, S.Pd Guru TK Negeri Pembina Sumbergempol, Tulungagung – Jawa Timur.