RadarJateng.com, Pendidikan – Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Drs. Slameto 2010: 2). Menurut Gagne dalam buku Agus Suprijono (2009 : 2) Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Dengan demikian Inti dari belajar adalah dengan adanya perubahan tingkah laku dari hasil suatu pengalaman. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat diindikasikan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan, keterampilan dan kemampuan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu tersebut.
Lalu bagaimana kondisi belajar dari anak-anak kita khususnya yang duduk di Sekolah Dasar ? Apakah mereka sudah mengalami proses atau pengalaman belajar yang baik ? Tentunya jawaban dari pertanyaan ini dapat kita temukan sendiri dari hasil refleksi dan evaluasi belajar yang guru lakukan maupun observasi dari perubahan tingkah laku anak peserta didik kita. Tidak hanya dari guru, jika orang tua dan masyarakat di lingkungan peka, tentunya semua bisa memberikan penilaian apakah seorang anak mampu belajar dengan baik. Kita pasti akan menemukan bahwa hasil dan perkembangan belajar setiap anak tidaklah sama, ada yang mampu menguasai banyak pelajaran dengan mudah dan cepat, ada yang sedang-sedang saja dan ada pula yang lambat.
Kita tidak bisa memukul rata kemampuan setiap anak dalam belajar. Sebagai guru, kita sudah sangat paham makna dari keberagaman, dimana keberagaman dapat ditemukan dalam banyak sekali aspek. Tidak hanya keragaman aspek sosial dan budaya yang umum terdengar gaungnya, namun juga keragaman dalam mental dan perkembangan setiap individu manusia yang berbeda. Kita sebagai guru yang berprofesi dalam mengajar dan mendidik anak bangsa tidak bisa memungkiri perihal keragaman ini. Namun tentunya masih ada guru yang menyamaratakan kemampuan setiap anak atau seolah menutup mata untuk permasalahan ini. Seorang guru pasti paham betul karakter dan kemampuan setiap peserta didiknya, dimana anak satu dengan anak lainnya tidak sama dalam kemampuan menyerap informasi baru baik dalam hal pengetahuan maupun ketrampilan yang harus mereka kuasai dalam belajar.
Lalu bagaimanakah jalan keluar dari permasalahan belajar diatas ? Akankan kita meneruskan budaya untuk menyamaratakan pembelajaran kepada setiap murid walaupun kita tahu kemampuan mereka berbeda-beda ?
Sebagai guru profesional tentunya kita tidak akan membiarkan hal itu terus berkelanjutan, apalagi selama kita masih berkiprah dalam dunia pendidikan. Profesi guru yang kita jalankan tentunya tidak hanya satu atau dua tahun saja bukan ? Kita memiliki bertahun-tahun untuk mengajar, tentunya secara tidak langsung kita juga belajar dan berupaya mencari jalan keluar.
Lalu pendekatan seperti apa yang tepat untuk permasalahan ini?
Tentunya banyak sekali jika kita membaca atau mencari model, metode dan pendekatan yang bisa kita terapkan dalam mengajak anak belajar di kelas. Namun bukan ini yang akan penulis sampaikan, sebagai guru yang sudah enam tahun mengajar di Sekolah Dasar, saya pasti menemukan permasalahan serupa setiap tahunnya. Tentunya penggunaan model, metode dan pendekatan belajar yang tepat memang sangat membantu. Apalagi jika kita menggunakan model pembelajaran yang beragam kemungkinan akan membuat anak tidak jenuh.
Namun selain itu, hal yang sangat penting dan harus kita ketahui adalah psikologi anak. Psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku dan gejala jiwa manusia (Abu, 2003), sedangkan psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang membahas masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan (Muhibin Syah, 2003). Itu sebabnya ada mata kuliah Psikologi Pendidikan pada jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Psikologi pendidikan bermaksud untuk menerapkan psikologi ke dalam proses yang membawa pengubahan tingkah laku, dengan kata lain untuk mengajar. Sedangkan arti psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tentang belajar, pertumbuhan, dan kematangan individu serta penerapan prinsip – prinsip ilmiah terhadap reaksi manusia. Pendidikan tersebut bertujuan untuk mempengaruhi proses mengajar dan belajar. Dari pernyataan tersebut guru pasti memahami keterkaitan yang erat antara proses belajar dan pendekatan psikologi kepada anak.
Sejatinya, manfaat psikologi pendidikan yang pertama adalah memahami keragaman karakter dari siswa dan siswi kita. Pemahaman ini berguna bagi guru untuk berinteraksi dengan setiap siswa, karena kedekatan siswa dengan guru akan mempengaruhi kondisi emosi siswa tersebut, dan tentunya perhatian dari guru akan menjadi motivasi tersendiri untuk setiap siswa dalam upayanya meningkatkan hasil belajar yang optimal. Walaupun mungkin hasil belajar tersebut tidak langsung melejit, namun tentunya ada perubahan tingkah laku positif dari hasil proses belajar yang mereka lakukan.
Pendekatan secara psikologi ini bukan hanya untuk siswa-siswa dengan kemampuan belajar yang rendah, namun semua siswa perlu mendapatkan perhatian. Keadaan mental dan psikis siswa yang beragam tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : biologis, pola asuh, trauma, lingkungan. Sehingga siswa dengan kemampuan belajar yang baik pun belum tentu memiliki kesehatan mental dan psikis yang baik. Maka dari itu kita sering diperlihatkan kejadian-kejadian dalam berita yang menampilkan orang hebat dan pintar namun memiliki perilaku yang menyimpang dan tidak baik.
Bagaimana cara guru melakukan pendekatan psikologis kepada anak? Tentunya banyak sekali referensi yang bisa kita cari untuk menjawab pertanyaan tersebut. Beberapa hal yang sudah penulis lakukan untuk melakukan pendekatan kepada anak adalah :
- Membimbing anak untuk meningkatkan partisipasi di dalam kelas. Biasanya anak-anak yang mengalami kesulitan belajar malu untuk mengungkapkan pendapat atau untuk aktif dalam kegiatan kelas, dalam hal ini guru dapat membimbing siswa-siswa tersebut hingga mereka terbiasa untuk mengemukakan pendapat atau mengambil bagian dalam kegiatan kelas. Tentunya proses untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa tidaklah cepat dan mudah, namun dengan kesabaran dan ketekunan dari guru pasti anak mampu meningkatkan rasa percaya diri mereka sesuai porsinya.
- Menghormati martabat anak. Latar belakang dan profil anak pasti memiliki banyak perbedaan sehingga membentuk keragaman, sehingga disini sebagai seorang guru kita tidak boleh membuat anak malu. Atau membiarkan anak dipermalukan oleh teman-temannya. Semisal guru ingin memberikan teguran upayakan teguran tersebut sebaiknya tidak dilakukan secara terbuka, guru bisa memanggil anak tersebut dan membicarakannya dengan anak yang bersangkutan sehingga harga diri anak terjaga.
- Memberikan keadilan kepada setiap anak. Kita pasti sering mendengar pernyataan ‘Adil bukan berarti sama rata’. Kita sudah mengetahui bahwa setiap anak memiliki keragaman, sehingga kita tidak bisa memperlakukan setiap anak sama. Sebagai guru harus mendalami karakter dan latar belakang setiap siswa, guru bisa mencari informasi dari siswa bersangkutan, guru yang sebelumnya mengajar anak tersebut, orang tua atau lingkungan anak tersebut, sehingga guru tahu alasan mengapa setiap siswa tidak sama dan bisa memberikan toleransi sehingga siswa tersebut terjamin keadilannya dalam belajar.
- Mengembangkan rasa solidaritas dan kerjasama anak. Banyak hal yang bisa guru lakukan dalam hal ini, apalagi dalam pembelajaran banyak sekali metode yang menerapkan model pembelajaran yang bersifat kolaborasi dan kooperatif. Guru juga bisa memadukan model ini dengan permainan dalam pembelajaran yang menarik. Sebagai contoh penulis pernah mengajak siswa-siswanya untuk memecahkan teka-teki saat pelajaran muatan lokal Bahasa Jawa. Jadi guru memberikan secarik kertas berisi teka-teki dengan aksara Jawa, dimana setiap kelompok harus menemukan suatu benda yang tepat di lokasi yang sudah tertulis dalam kertas tersebut. Hal ini ternyata juga mampu mempengaruhi psikologis anak dimana mereka menjadi semakin solid satu sama lain.
- Memberikan kebebasan kepada anak untuk menentukan pilihan mereka. Jangan sampai anak merasa terbatasi dan terpaksa melakukan hal yang mereka tidak sukai, namun sebelumnya guru juga harus mengarahkan dengan memberikan penjelasan dampak positif dan negatif dari setiap pilihan dan bagaimana agar pilihan mereka tidak merugikan diri sendiri dan orang lain meski guru sudah menjamin kebebasan mereka.
- Memberikan perhatian dan pendekatan kepada setiap anak. Selain mengajak setiap anak untuk berbicara secara empat mata, guru bisa juga mengajak anak untuk menuliskan surat dan mencurahkan apa yang mereka alami, rasakan dan ingin disampaikan dalam surat tersebut. Kemungkinan ada anak yang terbiasa menyampaikan secara langsung apa yang mereka fikirkan dan rasakan dan ada pula yang malu namun bisa mencurahkan melalui tulisan. Namun sebaiknya guru juga memberikan feedback kepada mereka dengan membalas surat-surat tersebut sehingga anak-anak ini mendapatkan penghargaan dengan mendapati suratnya dibalas dan memperkuat ikatan emosional mereka dengan guru.
Nah dengan memiliki kedekatan psikologis dengan anak, diharapkan dapat membantu anak dan guru dalam kegiatan belajar mengajar, dan dapat pula menciptakan atmosfer kelas yang menyenangkan sehingga siswa dan guru sama-sama senang dan bahagia, dengan begitu guru dan siswa pasti menikmati proses belajar. Tentunya hasil dari belajar itu tidak serta merta mereka dapati saat itu juga setelah pembelajaran selesai, namun pasti akan tersimpan dalam memori setiap anak hingga dewasa kelak terutama ilmu-ilmu kebaikan itu pasti akan berguna dan menjadi landasan hidup mereka. Semoga semakin banyak guru yang menaruh perhatian pada aspek psikologis anak dan tidak hanya sekedar mengajar menyampaikan materi pelajaran di kelas saja tanpa mau mengenal satu per satu keadaan psikologis siswanya.
Penulis : Tatik Setyowati, S.Pd Guru SDN Candirejo 02 Ungaran Barat, Kab. Semarang- Jateng