RadarJateng.com, Pendidikan – Guru diharapkan menjadi agen pembaruan di era industri 4.0 pada abad 21 saat ini. Pembaruan tersebut bisa dilakukan dengan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, hingga tindak lanjut pembelajaran. Bishop (2006) mengemukakan berbagai keterampilan abad 21 yang penting dikuasai peserta didik untuk menjadi insan yang kreatif dan produktif di abad 21. Keterampilan-keterampilan tersebut antara lain berpikir kritis dan penyelesaian masalah (critical thinking and problem solving), kreatifitas dan inovasi (creativity and innovation), pemahaman lintas budaya (cross-cultural understanding), komunikasi, literasi informasi dan media (media literacy, information, and communication skill), komputer dan literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (computing and ICT literacy), dan karir dan kehidupan (life and career skill).
Dalam mencapai tujuan pembelajaran, guru juga perlu memahami karakteristik pesera didik. Peserta didik yang kita hadapi saat ini termasuk dalam generasi milenial yang lahir menjelang tahun 2000 dan setelahnya. Mereka sering disebut sebagai generasi Z (Mansur, Ali., Ridwan, 2022). Generasi Z adalah generasi yang sangat melek terhadap teknologi atau net generation. Generasi Z adalah generasi di mana sejak kecil telah akrab dengan teknologi (Youarti dan Hidayah, 2018). Dalam kehidupan sehari-hari, generasi Z tidak bisa lepas dari berkomunikasi melalui internet seperti menggunakan WhatsApp, Instagram, Facebook, Twitter, Telegram, dll. Dalam pembelajaran, generasi Z tidak betah mendengar ceramah guru dalam waktu lama. Mereka lebih senang mengeksplorasi dan mengkreasi informasi melalui gadget, HP, laptop, atau komputer. Oleh karena itu, guru di abad 21 dituntut memiliki keterampilan untuk bisa memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dan mengintegrasikan TPACK (Technology, Pedagogy, Content, Knowledge) dalam pembelajaran. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI menegaskan,”Teknologi adalah tools, hanya suatu alat. Bukan segalanya. Kualitas pembelajaran dalam kelas, interaksi antara guru dan murid itu esensinya” (Nadiem Makarim). Jadi, salah satu hal yang harus diperhatikan dalam penerapan teknologi adalah guru harus membangun interaksi yang baik dengan peserta didik dalam pembelajaran.
Pembelajaran Bahasa Inggris mencakup beberapa kemampuan. Kemampuan tersebut adalah listening (menyimak), reading (membaca), speaking (berbicara), dan writing (menulis). Kurangnya pemahaman peserta didik pada fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan dalam teks berita menjadi tantangan tersendiri bagi guru dalam meningkatkan kemampuan menulis teks berita. Peserta didik sebagai generai Z juga kurang antusias dalam menulis karena tidak difasilitasi dengan teknologi yang menyenangkan serta media relevan yang bisa memberi stimulan untuk menulis. Kurangnya pendampingan guru pada proses menulis juga berakibat membuat peserta didik lebih berorientasi pada hasil, bukan pada proses bagaimana mereka menulis.
Ada beberapa hal baik yang muncul dalam pembelajaran yang saya lakukan di kelas XII ini. Pertama, dengan menggunakan metode Problem-Based Learning (PBL), guru tidak lagi mengajar dengan ceramah (teacher-centered). Peserta didik menjadi subjek baik dalam pembelajaran (student-centered). Metode pembelajaran PBL memberi kesempatan peserta didik untuk bisa mengorientasikan diri mereka pada masalah, mengorganisasikan kelompok untuk belajar, melakukan penyelidikan (diskusi), menyajikan hasil karya/diskusi, menganalisis dan mengevaluasi hasil diskusi, dan kemudian menyimpulkan hasil diskusi bersama kelompoknya. Kedua, tujuan pembelajaran yang berorientasi pada kemampuan berpikir tingkat tinggi atau HOTS (High Order of Thinking Skill) bisa terpenuhi. Perkembangan berpikir tingkat tinggi menurut Anderson & Krathwohl (2001) meliputi 3 dimensi, yaitu C4 (menganalisis), C5 (menilai atau mengevaluasi), dan C6 (mengkreasi atau mencipta). Dalam pembelajaran ini, peserta didik telah terlatih untuk aktif berpikir dan bernalar kritis dalam diskusi dan pemecahan masalah. Peserta didik berlatih mengevaluasi teks berita dari broadcast news video yang mereka simak. Selanjutnya, peserta didik telah berlatih menyusun teks berita tersebut menggunakan kalimatnya sendiri pada aplikasi Canva. Ketiga, pembelajaran yang dilaksanakan sudah mengintegrasikan TPACK melalui HP. Broadcast news video digunakan sebagai media pembelajaran yang bisa memberi stimulan pada peserta didik untuk menulis dan aplikasi Canva digunakan sebagai media untuk menuangkan hasil desain teks berita peserta didik. Keempat, penerapan materi dan LKPD yang disesuaikan dengan berita yang sedang viral di Indonesia saat ini lebih mudah dipahami oleh peserta didik sebagai generasi Z yang sangat cepat menerima informasi melalui internet.
Berdasarkan pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa PBL dengan media Broadcast News Video dan aplikasi Canva dapat menyelesaikan masalah yang ingin diselesaikan, yaitu rendahnya penguasaan siswa dalam mengaplikasikan fungsi sosial, struktur teks dan unsur kebahasaan dalam menulis teks berita dan kurangnya antusiasme siswa dalam menulis teks berita.
Penulis: Laily Nur Iffah Sari, S.Pd (Guru Bahasa Inggris SMAN 1 Karanganom, Kab. Klaten – Jawa Tengah)
Referensi
- Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York & London: Addison Wesley Longman, Inc
- Bishop, Joseph (2006). Partnership for 21st Century Skills.
- Mansur, Ali., dan Ridwan. (2022). Karakteristik Siswa Generasi Z dan Kebutuhan Akan Pengembangan Bidang Bimbingan dan Konseling. Educatio: Jurnal Ilmu Kependidikan, 17(1), 120-130. http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/edc
- Youarti, I.E., dan Hidayah, N. (2018). Perilaku Phubbing sebagai Karakter Remaja Generasi Z. Jurnal Fokus Konseling, 4(1), 143-152. http://doi.org/10.32488/jfk.v3i1.2553