Kemampuan Literasi Matematis Dengan Pemberian Masalah Kontekstual.

Suasana Kegiatan Belajar di SMA Negeri 9 Semarang, Banyumanik – Semarang – Jawa Tengah

RadarJateng.com, Pendidikan Perkembangan dunia yang semakin pesat serta globalisasi dalam berbagai aspek kehidupan yang datang begitu cepat menjadi tantangan bangsa dalam mempersiapkan generasi masa depan, terutama siswa. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan generasi penerus bangsa yang mampu mengimbangi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan penting baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Tuntutan  kemampuan matematis   tidak   hanya   sekedar   kemampuan   berhitung.   Menurut   (Fathani,   2016) kemampuan  matematis  juga  meliputi  kemampuan  bernalar  yang  logis  dan  kritis  dalam pemecahan  masalah.  Pemecahan  masalah  ini  tidak  semata-mata  masalah  yang  berupa soal   rutin   akan   tetapi   lebih   kepada   permasalahan   yang   dihadapi   sehari-hari. Kemampuan matematis yang demikian dikenal sebagai kemampuan literasi matematika, (Sari, 2015).

Literasi  matematis  berkaitan  erat dengan kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari  dengan menggunakan  pengetahuan  matematikanya.  Dalam  proses  memecahkan masalah,   seseorang   yang   memiliki   literasi   matematis   akan   memahami   konsep matematika mana yang relevan yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah. Kemudian  berkembang  pada  bagaimana  merumuskan  masalah  tersebut  ke  dalam bentuk  matematisnya  dan  kemudian  menyelesaikannya.  Proses  ini  memuat  kegiatan mengeplorasi,  menghubungkan,  merumuskan,  menentukan,  menalar,  dan  proses berfikir  matematis  lainnya.  Singkatnya,  dalam  literasi  matematis  terdapat  empat komponen penting yakni memahami konsep, memecahkan masalah, mengomunikasikan, dan menerapkan prosedur.

Read More

Menurut   Abidin   (Wijaya et   al,   2016), pembelajaran   bukan   hanya  dilakukan   sebagai   transfer pengetahuan   melainkan kegiatan   yang   harus   dilakukan   siswa   secara   aktif   beraktivitas   dalam   upaya  membangun    pengetahuannya    sendiri    berdasarkan    potensi  yang    dimilikinya. Siswa  perlu  untuk  mengalami proses  pemecahan  masalah  dalam  berbagai  situasi  dan  konteks  yang  berbeda  agar dapat menggunakan keterampilannya secara efektif. Pengalaman ini dapat difasilitasi melalui metode pembelajaran yang memberikan siswa pengalaman tersebut.

Kegiatan Diskusi di SMA Negeri 9 Semarang, Banyumanik – Semarang – Jawa Tengah

Interaksi antara guru dan siswa terlihat pada saat guru berperan sebagai fasilitator, monitor dan evaluator saat proses pembelajaran berlangsung (Sari, 2014:58). Guru memberikan rangsangan agar siswa aktif melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu, guru menyediakan fasilitas belajar yang bertujuan untuk mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman belajar yang dilakukan secara langsung dan mandiri oleh siswa. Dengan demikian, siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran yang dipantau dan dimonitor oleh guru, serta dibimbing ketika mengalami kesulitan. Kemudian hasil belajar siswa tersebut, dievaluasi untuk mengukur keberhasilan yang dapat dicapai siswa, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

Pembelajaran konvensional yang masih sering digunakan oleh kebanyakan guru di sekolah, sering membuat siswa kurang berpartisipasi aktif, dan kurang memberikan kesempatan siswa untuk berinteraksi dalam pembelajaran karena cenderung berpusat pada guru, sehingga siswa enggan untuk bertanya ataupun menyampaikan pendapatnya, terutama untuk mata pelajaran matematika. Sehingga penggunaan model pembelajaran inovatif diperlukan untuk bisa meningkatkan interaksi guru dengan siswa serta siswa dengan siswa lainnya.

Model  pembelajaran  matematika  yang  ditekankan  oleh (BNSP,  2010)  yakni yang    berbasis    kerjasama  antar    individu    untuk    meningkatkan    kompetensi interpersonal   dan   kehidupan   sosialnya,   seperti   yang   diajarkan   dalam   konsep: cooperative  learningcollaborative  learningmeaningful  learning, dan  sebagainya. Selain itu materi ajar pun harus mengalami sejumlah penyesuaian dari yang berbasis konten  menjadi berorientasi  konteks. Karena pemberian masalah berbasis kontekstual atau yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, lebih menarik bagi siswa sehingga siswa lebih termotivasi untuk mencari penyelesaian dari permasalahan tersebut.

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi di dunia nyata siswa. Menurut Depdiknas, metode pembelajaran ini harus mampu mendorong siswa menciptakan hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Meningkatkan ketertarikan peserta didik untuk senantiasa belajar, sehingga mereka bisa mendapatkan pengetahuan yang bersifat fleksibel dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Memperbaiki hasil belajar peserta didik melalui peningkatan pemahaman makna materi yang sedang dipelajari.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan literasi matematis siswa dapat ditingkatkan dengan mengubah model pembelajaran yang digunakan di sekolah dengan model pembelajaran inovatif berbasis masalah kontekstual. Model pembelajaran inovatif terbukti mampu meningkatkan interaksi dalam pembelajaran, baik antar siswa maupun siswa dengan guru. Interaksi dalam pembelajaran inilah yang penting dalam meningkatkan kemampuan literasi matematis, karena siswa dituntut aktif merumuskan masalah, hingga menentukan penyelesaiannya.

Ketika kemampuan literasi matematis siswa meningkat, maka akan diikuti dengan meningkatnya kemampuan pemecahan masalah. Karena kemampuan literasi matematis merupakan dasar dari pembelajaran matematika. Diharapkan penggunaan model pembelajaran inovatif dapat ditingkatkan lagi agar angka ketercapaian keberhasilan dalam pembelajaran juga dapat meningkat.

Penulis : Novita Wulandari, S.Pd. Guru SMA Negeri 9 Semarang. Banyumanik-Jawa Tengah.

Related posts