RadarJateng.com, Pendidikan – Menurut Undang-undangpasal 54 SISDIKNAS No.20 Tahun 2003, Tiga gaya pengasuhan orang tua yang berbeda-beda antara lain pengasuhan otoriter, permisif dan demokratis. Orang tua dengan pengasuhan otoriter merupakan orang tua dengan pengasuhan sering melarang anak, menghukum dan mengekang anak. Orang tua dengan pengasuhan permisif yaitu orang tua yang suka memanjakan anak Sedangkan pengasuhan demokratis yaitu anak diberikan suatu kebebasan tetapi orang tua tetap memberikan batasan-batasan untuk mengendalikan sikap dan tindakan-tindakan mereka. Pengasuhan anak yang salah menjadikan emosi anak yang tidak terkontrol dan menjadikan anak tantrum.
Temper tantrum adalah suatu ledakan emosi yang kuat, disertai rasa marah, serangan agresif, menangis, menjerit-jerit, berguling,menghentak-hentakan kedua kaki dan tangan di lantai atau tanah, serta menahan nafas (Mandleco & potts 2007 dalam Dinantia, dkk (2014:1).
Berdasarkan hasil observasi di TK Ayu Lestari Desa Blubuk Kecamatan Losari Kabupaten Brebes, ditemukan 75% anak menangis, menjerit-jerit dan berguling-guling dilantai, karena menuntut ibunya membelikan mainan disekolah, bahkan sampai anak tidak mau masuk kekelas. Ketika keinginannya tidak dipenuhui anak berteriak-teriak, bahkan semakin orang tuanya memberikan alasan pada anak untuk tidak membelinya, anak semakin menjadi dengan melempar barang-barang, peralatan sekolah.Ada juga ibunya yang membiarkan anaknya sampai anaknya diam sendiri, dan ada ibu yang menghukum anaknya agar anak diam tidak merengek dan tidak membelii mainan tersebut.
Jika keinginanya anak tidak terpenuhi anak menangis dengan keras, berguling-guling, berteriak- teriak meminta dibelikan makanan yang di inginkan.Bahkan ada orang tua yang menuruti semua keinginan anaknya asal anaknya tidak menangis, ada juga orang tua yang melarang- larang anaknya tanpa memberi alasan kenapa anaknya tidak diperbolehkan membeli makanan itu.
Akibat yang ditimbulkan dari temper tantrum ini, anak yang melampiaskan kekesalannya dengan cara berguling-guling dilantai yang keras dapat menyebabkan anak menjadi cedera. Anak yang melampiaskan amarahnya dapat menyakiti dirinya sendiri, menyakiti orang lain atau merusak benda-benda sekitarnya.
Upaya untuk membuat emosi anak dapat terkontrol dengan berbagai cara telah dilakukan oleh guru dan orang tua dengan memberikan pengertian kepada orang tua diantaranya yaitu dengan melakukan pendekatan dengan anak, memberikan pengertian dan penjelasan akan bahayanya kejadian temper tantrum pada anak, serta cara memotivasi anak dengan cara memberikan pujian bagi anak yang dinilai bisa menggunakan bahasa yang baik dan benar ketika berbicara, seperti sikap positif dan latihan-latihan dalam mengembangkan emosional anak agar dapat melampiaskan emosinya tidak meledak-ledak, tidak membahayakan dirinya maupun orang lain, dan tidak melabelkan anak “nakal” pada anak yang mengalami temper tantrum.
Hasil penelitian nilai signifikan 0,000 < 0,05 dengan menunjukan bahwa terdapat perbedaan dari pola asuh demokratissebesar 29,57,pola asuh permisifsebesar 39,90 dan pola asuh otoriter51,80.Berdasarkan hasil analisis penelitian subjek tidak ada persamaan di tunjukan dengan pola asuh demokratis memiliki temper tantrum tergolong rendah ditunjukkan dengan rerata empiric 29,57, pola asuh permisif memiliki temper tantrum tergolong sedang dengan rerata empirik 39,90 dan subjek dengan pola asuh otoriter memiliki temper tantrum tergolong tinggi dengan rerata empirik 51,80. Dengan demikian temper tantrum subjek yang memiliki pola asuh otoriter lebih tinggi dibandingkan pola asuh demokratis dan permisif.
Penulis : Nursani Nasaya,S.Pd Guru TK Ayu Lestari Blubuk, Desa Blubuk Kec.Losari Kab.Brebes – Jateng