RadarJateng.com, Pendidikan – St. Negoro dan B. Harahap (1998: 36) mengemukakan bahwa bilangan merupakan suatu ide yang sifatnya abstrak. Bilangan merupakan sesuatu yang hanya dapat digambarkan saja dan harus dituliskan dengan simbol agar bilangan tersebut dapat dilihat dan dibaca. Sudaryanti (2006: 1) mengemukakan bahwa bilangan adalah suatu obyek matematika yang sifatnya abstrak dan termasuk dalam unsur yang tidak didefinisikan (Underfined term). Sudaryanti menegaskan bahwa bilangan merupakan simbol dari banyaknya benda. Sedangkan dalam menyebut bilangan dari suatu himpunan diperlukan bahasa yang sama yang berupa lambang-lambang, sehingga dapat disusun menjadi lambang bilangan. Lambang atau simbol yang mewakili suatu bilangan disebut angka.
Menurut Piaget (Suyanto 2005: 156) dalam mengenalkan konsep bilangan pada anak usia dini tidak bisa diajarkan secara langsung, akan tetapi harus melalui beberapa tahap. Adapun tahap yang dilakukan dalam mengenalkan konsep bilangan yang pertama yaitu:
- Tahap pertama yaitu anak harus mengenal terlebih dahulu bahasa simbol. Bahasa simbol ini disebut sebagai abstraksi sederhana (simple abstraction) atau abstraksi empiris. Mengenalkan bahasa simbol yaitu mengenalkan bahasa lisan dari nama bilangan dan makna dari nama bilangan tersebut, misalnya guru menyebutkan bilangan satu, dua, tiga, empat, dan seterusnya. Pada tahap ini, anak tidak hanya mengenal bahasa simbolnya saja tetapi juga dapat mengetahui makna dari bilangan tersebut. Tahap bahasa simbol ini bisa dilakukan dengan menggunakan benda nyata atau kongkrit, dan benda yang ada di sekitar anak. Contohnya ketika guru sedang mengajar di kelas, kemudian guru membawa sebuah benda yang berjumlah tiga buah. Misalnya benda tersebut yaitu permen. Guru meletakkan permen tersebut di meja dan berkata “satu” kemudian meletakkan permen yang satunya lagi dan berkata “dua”, dan meletakkan permen seterusnya dan berkata “tiga”. Kemudian guru memberi intruksi kepada anak untuk melakukan hal yang sama, sampai anak tersebut memahami dan dapat melakukannya dengan baik dan benar. Sejalan dengan hal tersebut, Dehane (dalam Bob Perry, dkk, 2015, hlm. 66) mengemukakan bahwa “at the age of 3-4 years most children start to link number words to quantities, i.e. they develop awareness of numerical quantity” artinya pada usia 3-4 tahun kebanyakan anak mulai menghubungkan kata-kata nomor atau angka untuk suatu jumlah, disini mereka mulai mengembangkan kesadaran akan kuantitas numerik.
- Tahap kedua yaitu abstraksi reflektif (reflective abstraction). Pada tahap ini anak dilatih untuk mampu berfikir simbolis. Anak mulai menggunakan jari tangannya untuk menghitung melalui benda-benda, menggunakan jari tangan merupakan hal yang mudah dan efektif dalam melatih berhitung permulaan pada anak. Contohnya menghitung jumlah wadah pensil sambil berkata satu, dua, tiga dan seterusnya. Disini anak mulai belajar menghubungkan jumlah benda dengan lambang bilangan. Sejalan dengan hal tersebut, Suyanto (2005: 68) mengungkapkan dalam melatih anak mengenal bilangan dapat dilakukan dengan cara, diantaranya: Menghitung dengan jari, bermain domino, berhitung sambil bernyanyi dan berolah raga, menghitung benda-benda, menghitung di atas 10, berhitung dengan kelipatan sepuluh, mengenal operasi bilangan, mengukur panjang, mengukur volume, mengukur berat, mengenal waktu, dan mengenal mata uang, mengukur berat, mengenal waktu, dan mengenal mata uang.
- Tahap ketiga yaitu menghubungkan antara konsep bilangan dengan lambang atau simbol bilangan. Ketika anak sudah mengetahui makna dari suatu bilangan, anak dikenalkan dengan lambang atau simbol bilangan. Contohnya anak menghubungkan sebuah benda misalnya benda tersebut adalah apel, satu buah apel dengan angka 1, dua buah apel dengan angka 2, tiga buah apel dengan angka 3, dan seterusnya. Semua ini dilakukan sampai anak benar-benar mengetahui konsep dan lambang bilangan dengan baik.
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Azhar Arsyad, 2014: 3). AECT (Association of Education and Communication Technology, 1997) memberi batasan tentang media sebagai salah satu bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Hamalik (Azhar Arsyad, 2014:19) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan ketika belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Gandana, Pranata, dan Danti (2017) menjelaskan bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan mengenal lambang bilangan 1–10 pada anak yaitu dengan kegiatan pembelajaran yang menarik minat anak, menyenangkan, serta media pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik dan tahap perkembangan anak, agar potensi yang mereka miliki dapat berkembang secara optimal.
Menurut Sudono (2006, hlm. 36) Balok cuisenaire yaitu balok sepuluh tingkat dari satu hingga sepuluh. Balok Cuisenaire adalah alat permainan yang diciptakan oleh George Cuisenaire dari Belgia. Balok Cuisenaire ini banyak dipergunakan di berbagai Negara Eropa seperti Inggris dan juga di sebagian besar Negara bagian Australia. George Cuisenaire menciptakan balok Cuisenaire untuk mengembangkan kemampuan berhitung anak, pengenalan bilangan, dan untuk meningkatkan kemampuan anak dalam bernalar. Balok ini terdiri dari sepuluh buah balok yang menyerupai anak tangga (Lasuka, Nasirun, & Ardina, 2018). Menurut Eliyawati (2005, hlm. 69) balok cuisenaire diciptakan untuk mengembangkan kemampuan berhitung pada anak, pengenalan bilangan, dan untuk peningkatan keterampilan anak dalam bernalar. Balok cuisenaire ini merupakan salah satu alat permainan edukatif (APE) untuk anak usia dini. Balok cuisenaire terbuat dari kayu dan dicat dengan warna yang bermacam-macam, balok tersebut merupakan media yang tahan lama. Sudono (dalam Sandyprihati, Rasmani, & Hafidah, 2021) menjelaskan bahwa balok cuisenaire bukan hanya sekedar mengembangkan konsep matematika, tetapi untuk pengembangan bahasa dan untuk peningkatan keterampilan anak. Sedangkan menurut Prihatini dan Christiana, media balok Cuisenaire merupakan salah satu jenis media pembelajaran yang memungkinkan anak–anak untuk mengkonseptualisasikan warna dan bentuk secara konkret (Megarani, Eva, & Sulistiyaningsih, 2021). Balok bertingkat itu terdiri dari tingkat ke satu sampai tingkat ke sepuluh setiap tingkatannya memiliki warna yang berbeda serta ukuran yang bervariasi. Setiap warna dan ukuran tersebut mewakili lambang bilangan 1 samapai dengan 10, misalnya balok yang berwarna kayu asli sebanyak satu balok sehingga dilambangkan dengan angka 1, dan balok berwarna hijau dengan ukuran yang lebih besar dari balok sebelumnya mewakili angka 2, begitu juga seterusnya. Keanekaragaman warna dan ukuran yang bervariasi pada media balok Cuisenaire dapat memberikan kesenangan dan daya tarik tersendiri pada anak (Umayah, 2021).
Berikut langkah-langkah membuat balok cuisenaire sederhana di rumah:
- Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan mulai dari cutter, karton bekas, kertas warna, lem dan penggaris.
- Ukur dan gunting karton bekas sesuai dengan ukuran yang kamu inginkan. Kali ini saya membuat ukuran ukuran 4 x 4 cm di setiap sisinya. Buatlah 6 bagian karton berukuran 4 x 4 cm.
- Rekatkan keenam bagian karton yang sudah digunting sebelumnya membentuk balok.
- Bungkus balok yang sudah dibuat dengan menggunakan kertas warna.
- Tempelkan simbol angka yang sudah disiapkan sebelumnya.
- Buat balok sebanyak 10 buah dengan tinggi balok yang berbeda-beda. Balok pertama lebih pendek dari balok kedua dengan ukuran 4 x 4 cm, kemudian balok 2 lebih tinggi dari balok 1 denga ukuran 8 x 8 cm, begitupun seterusnya sampai pada balok cuisenaire ke 10 dengan ukuran 40 x 40 cm.
Langkah-Langkah penggunaan media balok cuisenaire :
- Guru mempersiapkan media balok cuisenaire yang akan digunakan.
- Mengajak anak mengitung jumlah balok cuisenaire yang sudah disiapkan.
- Guru memperlihatkan satu balok kepada anak, kemudian meminta anak menyebutkan warna dan simbol angka yang ada pada balok cuisenaire.
- Guru menjelaskan kuantitas benda menggunaan balok cuisenaire bahwa kuantitas angka 1 lebih kecil dari angka 2, begitupun seterusnya.
- Guru memperlihatkan 2 buah balok cuisenaire kepada anak dan bertanya mana balok yang kuantitasnya lebih besar.
- Guru memperlihatkan satu balok cuisenaire kemudian meminta anak mengambil jumlah permen sesuai dengan balok yang diperlihatkan. Kegiatan ini dilakukan berulang-ulang agar anak bisa mengenal konsep bilangan melalui penggunaan media balok cuisenaire.
Penulis : Miftah Nur Khalisah, S.Pd Guru TK Negeri Pembina Kec. Majauleng, Kab. Wajo Sulawesi Selatan