RadarJateng.com, Pendidikan – Anak-anak terlahir dengan kemampuan yang luar biasa untuk belajar. Dimulai pada saat dilahirkan dan memasuki puncak pada usia sekitar tahun, otak anak membentuk jutaan saluran penghubung ketika dirangsang oleh interaksi dengan dunia luar. Berbagai pengalaman ini akan meningkatkan pertumbuhan fisik, pengenalan bahasa dan sosial emosional serta meningkatkan kemampuannya untuk belajar. Sekalipun anak-anak mengembangkan kemampuan bahasanya karena pembawaan sejak lahir, para orang tua dan pengasuh yang sering mengajaknya berbicara dan bermain akan memengaruhi serta meningkatkan perkembangan kemampuan berbicara dan pengenalan si anak.
Kemampuan berbahasa menunjukkan kemampuan berpikir. Kecakapan berbahasa seseorang dapat menandakan caranya berpikir. Seseorang yang cara berpikirnya runtut, akan berbicara dengan bahasa yang fasih, runtut mudah dicerna. Kemampuan bicara dan bahasa adalah dua hal yang diukur secara terpisah dan secara bersama-sama dianggap mencerminkan kemampuan lisan seorang anak secara keseluruhan. Kemampuan berbicara terdiri dari berbagai bunyi yang dibuat orang dengan mulut mereka untuk menyampaikan suatu pesan , hal tersebut merupakan suatu sarana yang digunakan untuk berkomunikasi. Hal tersebut diukur dengan membandingkan berbagai bunyi tertentu serta berbagai kombinasi bunyi yang digunakan seorang anak dengan norma-norma yang ada bagi kelompok seusianya. Kemampuan bicara juga melibatkan kualitas, puncak, taksiran dan intonasi suara.
Adnan Hasan Shalih Baharits dalam buku Tanggung jawab ayah terhadap Anak Laki-laki (Gema Insani Press, 1996) mengatakan “ Masalah bahasa tidak hanya terbatas pada masalah dialog semata. namun bahasa merupakan kesadaran pikiran, kebudayaan dan peradaban yang tidak dapat dipisahkan dari masalah transfer akidah” Anak mulai mempelajari bahsa sejak masih dalam pelukan ibunya, beberapa detik setelah lahir. Orang tuanya terutama ibu merupakan guru pertama yang mengajarkan bahasa sekaligus membina kepribadian anak melalui bercanda, menimang (lebih tepatnya ngudang dalam bahasa Jawa) maupun mengajarkan bahasa secara langsung kepada anak.
Masa ini sangat penting juga bagi tauhid anak. Begitu pentingnya sampai-sampai Rasulullah menyatakan “Jika anak-anakmu mulai dapat berbicara maka ajarilah “Laa ilaha illaLlah” (Tidak ada Tuhan melainka Allah) Kemudian janganlah meratap bila mereka matu, dan jika mereka dewasa suruhlah mereka mendirikan shalat”.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam mengajarkan kemampuan berbahasa dan berbicara kepada anak :
- Tidak Mengikuti Kesalahan
Karena gemas, orang tua kadang mengikuti kesalahan berbahasa yang dilakukan anak, tanpa menyadari bahwa yang demikian ini kurang baik. Mereka ikut mengucapkan kata-kata yang biasa diucapkan anak dengan cara yang cedal. Orang tua mengikuti pengucapan anak juga berangkat dari alasan untuk mengimbangi anak agar bisa berkomunikasi lebih dekat. Orang tua ini berusaha menerapkan simpati. Ini bagus, akan tetapi lebih baik lagi kalau orang tua berusaha lebih memahami anak, menerima bahasa “planet” yang dipakai anak kemudian menanggapinya dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Jadi kalau si mungil mengucapkan “kereta” dengan “ceta” atau “tidak bisa” dengan “ndak bica” kita dapat menanggapinya dengan O, Dira tidak bisa dorong? Mau dorong kereta yang baru? Bukan “O, Dila ndak bica oyong? Mau oyong ceta yang bayu”
- Mengabaikan Kesalahan
Kesalahan mengucapkan kata sering berlanjut sampai anak berusia 4 tahunan. Bahkan karena orang tua mengikuti kesalahan anak, mereka masih cedal sampai usia 8 tahunan. Kadang-kadang keslahan anak ini menjadi bahan olok-olokan teman di sekolah, sehingga mereka minder jika kurang memperoleh rasa mana dan percaya diri dalam keluarganya. Menghadapai hal demikian, orang tua sebaiknya mengabaikan kesalahan ucapan anak. Orang tua tetap berbicara biasa tanpa masalah, seolah-olah anak tidak melakukan kesalahan apapun, semuanya berjalan wajar sehingga anak mengembangkan perasaan bahwa dirinya termasuk anak yang wajar. Ia akan belajar mengucapkan kalimat-kalimat secara benar dengan memperhatikan cara lingkungannya berbicara terutama yang paling dekat hubungan dan pengaruhnya yaitu ibu dan ayahnya.
- Mengajarkan Berbahasa Secara Bertahap
Kita bisa merangsang perkembangan bahasa anak dengan memberikan rangsangan secara aktif. Anak akan cepat berkembang jika kita sering mengajaknya berbicara dan mengenalkan kosakata baru kepada anak. Tetapi jika terlalu banyak memberikan rangsangan bahasa anak bisa mengalami masalah bicara dan kemampuan belajar. Rangsangan berlebih ini berasal dari tugas yang diberikan orangtuan kepada anak misal kemarin apa namanya? Kalau yang ini apa? Masih ingat nggak? Rangsang semacam ini sangat dibutuhkan anak jika bertahap, proporsional dan tidak menjadi beban yang memberatkan anak . Jika kita memberikan kosakata baru yang belum dihafal, kita memintanya lagi untuk mengingat beberapa kosakata baru yang lainnya akibatnya otak anak akan mengalami kelebihan muatan atau “Overloaded”
- Tidak Memberi Label
Pandanglah anak sebagai sosok manusia yang memiliki potensi-potensi positif, masuh terbuka peluang yang sangat lebar bagi anak untuk berkembang secara lebih baik jangan tergesa-gesa memberikan label, cap, sebutan bagi anak kalau ia mengalami ketidaklancaran perkembangan. Ketika anak cedal jangan memberikan label cedal pada anak, berikan label yang positif. Label mempengaruhi kita dan sekaligus anak. Label dapat membuat anak membuat anak memandang dirinya sesuai dengan label yang diberikan oleh guru, lingkungan dan terutama orang tua, kemudian mendorongnya untuk bertindak, bersikap dan berperilaku seperti label yang diberikan padanya.
Penulis : Siti Fatimah, S.Pd, TK Islam Integral Yaa Bunayya, Lumajang Jawa Timur