RadarJateng.com, Pendidikan – Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan keharusan bagi bangsa Indonesia agar dapat bersaing di era globalisasi. Bidang pendidikan baik formal maupun nonformal memegang peranan yang sangat penting karena merupakan salah satu wahana untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013). Oleh karena itu, pembangunan pada sektor pendidikan di Indonesia harus menjadi prioritas utama yang harus dilakukan oleh pemerintah. Jika dilihat dari hasil PISA (2014) Indonesia berada pada peringkat ke 64 dari 65 negara anggota PISA. Hal ini menunjukkan betapa rendahnya mutu pendidikan di negeri ini. Satu hal yang menjadi sorotan dalam hasil PISA adalah rendahnya kemampuan peserta didik di Indonesia dalam memecahkan masalah pada bidang sains dan matematika (OECD, 2014).
Pendidikan merupakan suatu proses mengatur lingkungan agar siswa dapat belajar, sehingga dapat memiliki kemampuan yang diharapkan. Salah satu kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa untuk menghadapi era global saat ini adalah kemampuan berpikir kritis, sehingga siswa tidak hanya menerima pendapat orang lain tetapi juga mampu mengungkapkan pendapatnya sendiri. Menurut Preisseisen dalam Martinis Yamin (2013: 4), kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menganalisis arguman dan memberikan interpretasi berdasarkan persepsi yang benar dan rasional, analisis asumsi dan biar dari argumen, dan interpretasi logis. Berpikir kritis adalah kemampuan yang dipelajari yang membutuhkan instruksi dan praktik (Snyder, 2008: 90).
Kimia merupakan mata pelajaran yang tergabung dalam kelompok ilmu pengetahuan alam (IPA) atau sains. Menurut Subiantoro (2011) melalui penelitiannya menunjukan fakta bahwa pembelajaran kimia di sekolah masih diajarkan dengan menggunakan metode dan pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered learning) atau pembelajaran satu arah (Subiantoro, 2011). Sehingga tidak mengejutkan bila kemampuan pemecahan masalah kimia siswa masih rendah. Hal ini terlihat dari hasil belajar siswa yang masih berada di bawah KKM (kriteria ketuntasan minimal). Mata pelajaran kimia dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang cukup sulit bagi siswa. Oleh karena itu, perlu adanya proses pembelajaran yang mampu mempelajari kimia secara mendalam untuk menarik perhatian dan meningkatkan minat siswa terhadap kimia. Guru memiliki tugas utama untuk membelajarkan siswa , yaitu mengkondisikan siswa agar belajar aktif, sehingga potensi dirinya dapat berkembang secara maksimal. Kimia sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat abstrak harus diajarkan kepada siswa secara kontekstual atau dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari (Tosun&Senocak, 2013).
Model pembelajaran yang sangat sesuai dengan kriteria ilmu kimia yang bersifat abstrak adalah model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL). Hallinger dan Bridges (2007) menyebutkan bahwa PBL merupakan strategi pembelajaran instruksional yang memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran tradisional, yaitu: 1) Pembelajaran dimulai dengan masalah yang merupakan stimulus untuk direspon oleh siswa; 2) Masalah yang diberikan adalah masalah yang pernah atau akan dihadapi siswa di masa mendatang; 3) Pembelajaran dilakukan secara aktif dan berkelompok (Hallinger& Bridges, 2007). Masalah menjadi fokus utama atau stimulan dalam model PBL.
Masalah tersebut dapat berupa teori, pragmatis, teknik, atau pengetahuan yang menumbuhkan rasa ingin tahu siswa dalam berbagai ranah dan lingkungan profesional (Barge, 2010). Sejalan dengan pendapat tersebut, Poikela & Nummenma (2012) menyebutkan bahwa karakteristik utama PBL adalah masalah, baik berupa pertanyaan maupun puzzle yang diharapkan dapat dipecahkan oleh siswa. Masalah yang menjadi stimulus dalam proses pembelajaran dapat berbentuk skenario atau wacana, kasus, masalah konstekstual yang berhubungan dengan tujuan pembelajaran, dan yang paling utama adalah masalah yang digunakan berdasarkan realitas dalam kehidupan sehari-hari dan dapat dipraktekan secara profesional. Model pembelajaran berbasis masalah menggunakan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang sering ditemui siswa sebagai subyek utama pembelajaran. Sehingga siswa akan merasa tertarik dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan mereka (Borrows & Tumblyn, 1979).
Cara meningkatkan hasil belajar kimia siswa melalui Problem Based Learning pendidikan akan membentuk dan menambah pengetahuan yang dapatkan untuk mencapai kesejahteraan hidup manusia dan dapat membantu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat berguna untuk mengubah keadaan suatu bangsa menjadi lebih baik. Rusmono (2012:130) mengemukakan bahwa pengertian dari model Problem Based Learning adalah: Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah adalah model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para siswa belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan masalah untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa. Permasalahan dapat diajukan atau diberikan guru kepada siswa, dari siswa bersama guru, atau dari siswa sendiri, yang kemudian dijadikan pembahasan dan dicari pemecahannya sebagai kegiatan belajar siswa. Dengan demikian, Pembelajaran Berbasis Masalah Problem Based Learning (PBL) adalah sebuah model pembelajaran yang memfokuskan pada pelacakan akar masalah dan memecahkan masalah tersebut (Istarani, 2011:58).
Menurut Wina Sanjaya (2010 : 214- 215) terdapat tiga ciri utama dari PBL. Pertama, PBL merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi PBL ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. PBL tidak mengharapkan siswa hanya sekadar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal mata pelajaran , melalui Model PBL siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran ditujukan untuk menyelesaikan masalah. Problem Based Learning (PBL) menempatkan masalah sebagai kata kunci dalam pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan model berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan model ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapantahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Model Problem Based Learning (PBL) memiliki beberapa langkah pada implementasinya dalam proses pembelajaran. Menurut Ibrahim dan Nur (dalam Rusman, 2014: 243) mengemukakan bahwa langkah-langkah PBL adalah sebagai berikut: 1) Orientasi siswa pada masalah, 2) Mengorganisasi siswa untuk belajar, 3) Membimbing pengalaman individual/kelompok, 4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan 5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Agar terjadi pengkonstruksian pengetahuan secara bermakna, guru haruslah melatih siswa agar berpikir secara kritis dalam menganalisis maupun dalam memecahkan suatu permasalahan. Siswa yang berpikir kritis adalah siswa yang mampu mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengkonstruksi argumen serta mampu memecahkan masalah dengan tepat (Splitter, 1991). Siswa yang berpikir kritis akan mampu menolong dirinya atau orang lain dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Upaya untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa sering luput dari perhatian guru. Hal ini tampak dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru yang lebih banyak memberi informasi, diikuti oleh diskusi dan latihan dengan frekuensi yang sangat terbatas. Untuk mengajarkan kecakapan berpikir kritis di SMA khususnya dalam mata pelajaran kimia sangat perlu di cari model maupun strategi pembelajaran yang sesuai untuk itu. Model belajar berdasarkan masalah (Problem Based Learning/PBL) tampaknya dapat diterapkan dalam pembelajaran kimia untuk mencapai tujuan belajar kimia dan melatih kecakapan berpikir kritis siswa.
Penulis : Ratna Susilaningsih, S.Si, SMA Widya Kutoarjo, Purworejo Jawa Tengah
DAFTAR PUSTAKA
- (2013). Permendikbud No.65 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
- (2014). PISA 2012 Results : What Students Know and Can Do. Student Performance In Mathematics, Reading, and Science Voulume 1. Kanada : OECD. https://bit.ly/2HB3XZK (diakses pada 28 Februari 2018).
- Yamin, M. (2013).Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Referensi (GP Press Group).
- Snyder, C. R., & Lopez, S. J. (2002). Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press.
- Agung W. Subiantoro. (2010). Pentingnya Praktikum dalam Pembelajaran IPA. Prosiding, Kegiatan PPM “Pelatihan Pengembangan Praktikum IPA Berbasis Lingkungan” bagi guru-guru MGMP IPA SMP Kota Yogyakarta. Yogyakarta: MGMP Yogyakarta.
- Tosun, C. and Senocak, E. (2013). The Effects of Problem-Based Learning on Metacognitive Awareness and Attitudes toward Chemistry of Prospective Teachers with Different Academic Backgrounds. Australian Journal of Teacher Education, 38(3), 60- 73
- Bridges, E.M., & Hallinger, P. (1995). Implementing problem based learning in leadership development. Eugene, OR: ERIC Clearinghouse on Educational Management, University of Oregon.
- Barge-Gil, A. 2010. Open, Semi Open and Closed Innovatiors: Toward an Explanation of Degree of Openness. Ind Inovative Journal. 17:577-607.
- Poikela, E., & Nummenmaa, A. R. (2006). Understanding problem based learning. Finland: Tampere University Press
- Barrows, H.S, and Tamblyn, R.M., (1980).Problem Based Learning, An Approach to Medical Education, New York : Springer Publishing Company.
- 2012. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu Perlu: untuk meningkatkan Profesionalitas Guru. Bogor: Ghalia Indonesia.
- Istarani, 2011. 58 Model Pembelajaran Inovatif (Reverensi Guru Dalam Menentukan Model Pembelajaran) . Medan : Media Persada
- Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Group
- 2014. Model-model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
- (1991). Chritical Thinking: What, Why, When, and How. Australia: Australia Council for Education Research