Meningkatkan Kemampuan Matematis Anak Usia Dini Dalam Berhitung Melalui Bermain “Make A Match”.

Meningkatkan Kemampuan Matematis Anak Usia Dini Dalam Berhitung Melalui Bermain Make A Match

RadarJateng.com, Pendidikan Usia dini merupakan masa peka dan masa kritis maksudnya pada usia ini anak menyerap semua yang ada di lingkungan sekitar dan akan berdampak pada kehidupan anak selanjutnya. Anak usia dini sering disebut golden age. Masa ini anak akan mampu mengoptimalkan seluruh potensi dan tumbuh kembang yang dimilikinya tergantung stimulasi dari lingkungannya. Seluruh potensi aspek perkembangan berpusat pada otak. Hartinah (2008, hlm. 34) mengungkapkan bahwa otak merupakan organ vital atau paling penting yang sangat besar pengaruhnya terhadap tumbuh kembang seseorang karena fungsinya sebagai pusat koordinasi aktivitas gerakan tingkah laku maupun psikomotor.

Perkembangan dan pertumbuhan seseorang dalam berpikir akan berubah sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangnya, oleh karena itu kemampuan berpikir erat kaitannya dengan perkembangan kognitif. Kemampuan  kognitif pada anak merupakan salah satu kecerdasan yang sangat penting dalam semua tugas perkembangan dan kehidupan anak. Yamin & Sabri (2010, hlm. 150) mengungkapkan bahwa pada aspek perkembangan kognitif, kompetensi dan hasil belajar yang diharapkan pada anak adalah anak mampu dan memiliki kemampuan berpikir secara logis, berpikir kritis, dapat memberi alasan, mampu memecahkan masalah, dan menemukan hubungan sebab akibat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

Upaya untuk menstimulus perkembangan kognitif harus dilakukan sejak dini melalui pendidikan anak usia dini, dimana suatu periode pendidikan yang sangat menentukan perkembangan dan masa depan seorang anak. Merujuk apa yang dikemukakan Ornstein Marcon (dalam Suyadi & Ulfah, 2013, hlm. 17), bahwa kegagalan anak dalam belajar pada awal ia sekolah akan menjadi tanda bagi kegagalan belajar pada kelas-kelas berikutnya atau masa depan anak. Bagian dari kemampuan kognitif pada anak usia dini yaitu kognitif matematika. kognitif matematika inilah yang nantinya akan dibutuhkan anak dalam kehidupan sehari-hari. Dalam setiap aktivitasnya manusia tidak dapat terlepas dari peran matematika didalamnya dan  tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia setiap hari. Tanpa adanya berhitung maka kegiatan kehidupan manusia akan terhenti dan menjadi tidak ada artinya. Kehidupan akan lumpuh, tidak akan terjadinya transaksi jual beli, perdagangan, dan yang lainnya yang sangat vital dalam kegiatan manusia sehari-hari.

Read More
TK Tunas Muda I IKKT – Jakarta Barat

Mengingat begitu pentingnya kemampuan berhitung bagi manusia maka kemampuan berhitung ini perlu diajarkan sejak dini. Glenn Doman (dalam Anggraeni, 2008, hlm. 8) mengungkapkan semakin muda usia anak mendapatkan stimulasi yang terkait dengan kecerdasan logis-matematis maka ia akan semakin mudah memahami logika-matematika. Menurut Susanto (2011, hlm.98) kemampuan berhitung permulaan adalah kemampuan yang dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuannya, karakteristik perkembangannya dimulai dari lingkungan yang terdekat dengan dirinya, sejalan dengan perkembangan kemampuannya dapat meningkat ketahap pengertian mengenai jumlah.

Tujuan dari pembelajaran berhitung untuk anak usia dini menurut Depdiknas (2007) tujuan pembelajaran berhitung permulaan yaitu untuk melatih anak berpikir logis dan sistematis sejak dini dan mengenalkan dasar-dasar pembelajaran berhitung sehingga nanti anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran berhitung pada jenjang selanjutnya yang lebih kompleks. Prinsip-prinsip berhitung untuk anak usia dini menurut Susanto (2011, hlm.102), yaitu harus bertahap, menggunakan benda-benda di sekitar anak, membutuhkan suasana menyenangkan. Pada anak usia dini pembelajarannya harus sesuai dengan prinsip yaitu belajar sambil bermain, bermain seraya belajar.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini mengatakan bahwa tingkat pencapaian perkembangan kognitif (matematika) berpikir simbolik anak harus mampu menyebutkan bilangan 1-10, menggunakan lambang bilangan untuk menghitung, berkomunikasi secara lisan memiliki pembendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis, dan berhitung serta  mencocokan bilangan dengan lambang bilangan.

Anakanak TK Tunas Muda I IKKT – Jakarta Barat Sangat Antusias

Kenyataan di lapangan menemukan bahwa kemampuan anak mengenai kemampuan berhitung masih rendah. Hal ini terbukti ketika anak diberikan pertanyaan mengenai kemampuan berhitung yang sederhana mereka cenderung memberikan respon yang kurang maksimal. Misalnya anak masih belum mengetahui urutan bilangan beserta lambang bilangannya, keliru dalam mencocokan bilangan dengan lambang bilangannya, konsep banyak sedikit benda, dan menghitung jumlah mainan yang anak pegang. Permasalahan  ini terjadi dikarenakan pembelajaran yang diberikan oleh guru kepada anak mengenai kemampuan berhitung masih belum mampu mengembangkan imajinasi anak, sedangkan imajinasi anak inilah yang nantinya dapat membantu anak untuk berfikir abstrak dalam proses berhitung pada anak.

Belum lagi tuntutan orang tua yang mengharuskan anak untuk bisa berhitung, sehingga mengajarkan berhitung pada anak usia dini dengan cara yang salah. Salah disini maksudnya anak belajar berhitung menggunakan pensil dan buku. Hal itu membuat anak tidak antusias dalam pembelajaran. Mengajarkan berhitung untuk anak usia dini harus dengan suasana bermain, bermain adalah dunia anak dalam kehidupannya erat kaitannya dengan bermain. Dengan bermain anak secara tidak sadar mempelajari suatu hal atau pembelajaran yang diajarkan. Dengan adanya permasalahan tersebut saya tertarik untuk memperbaiki masalah pembelajaran mengenai kemampuan berhitung anak usia dini, menggunakan pembelajaran yang bernuansakan bermain sesuai dengan prinsip pembelajaran pada anak usia dini. Metode untuk meningkatkan kemampuan mmatematis anak dalam berhitung yaitu bermain make a match.

Komalasari (2013, hlm. 85) dan Mikran, dkk (2012), mengungkapkan bahwa make a match adalah model pembelajaran yang mengajak anak mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan atau pasangan dari suatu konsep melalui suatu permainan kartu pasangan dalam suasana yang menyenangkan. Kelebihan bermain make a match  Huda (2013, hlm. 253), mengungkapkan diantaranya meningkatkan aktivitas belajar anak, pemahaman baik secara kognitif maupun fisik, memotivasi anak dalam belajar karena metode ini mengandung unsur permainan sehingga belajar menjadi menyenangkan, efektif sebagai sarana melatih kedisiplinan anak menghargai waktu untuk belajar.

Langkah-langkah kegiatan bermain make a match menurut Aqib (2014, hlm. 23) yaitu sebagai berikut:

  1. Guru menyiapkan beberapa kartu sesuai dengan tema pembelajaran yang dilakukan, kartu yang disiapkan yaitu kartu yang berisi soal dan kartu yang berisi jawaban.
  2. Guru memberi tahu bagaimana cara bermain make a match dan menetapkan waktu yang akan digunakan anak untuk mencari pasangan kartu.
  3. Anak dibagi menjadi dua kelompok.
  4. Setiap anak mendapat satu buah kartu soal.
  5. Setiap anak memikirkan jawaban dari kartu yang dipegang lalu mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal/jawaban).
  6. Setiap anak yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
  7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
  8. Demikian seterusnya.
  9. Kesimpulan bermain dan evaluasi.
Permainan Make A Match

Pada umumnya kegiatan pembelajaran kemampuan matematis anak melalui bermain make a match berjalan dengan baik. Proses pembelajaran bermain make a match anak menjadi antusias dalam pembelajaran. Menurut Abidin (2009, hlm. 7) mengungkapkan karakteristik bermain anak usia dini alah satunya Enjoyable yaitu anak lebih mengutamakan proses bermainnya saja tanpa memperhatikan hasil akhir dari bermain. Sesuai dengan prinsip pembelajaran berhitung menurut Susanto (2011, hlm 102), bahwa berhitung untuk anak usia dini diberikan secara bertahap dan membutuhkan suasana menyenangkan. Oleh karena itu mendesain permainan make a match yang lebih kreatif dan dapat meningkatkan anak mau belajar dengan lebih baik lagi. Menurut Susanto (2011, hlm. 100), tahapan pembelajaran berhitung salah satunya adalah tahap transmisi. Tahap ini yaitu masa peralihan dari konkrit ke lambang, dimana anak mulai benar-benar memahami tentang perbedaan benda konkrit dengan lambang dari benda tersebut. Pembelajaran berhitung menjadi menyenangkan tidak ada paksaan dan anak mampu mengikuti semua pembelajaran dengan antusias.

Penulis : Dewi Rosmiati, S.Pd, TK Tunas Muda I IKKT – Jakarta Barat

Daftar Pustaka:

Abidin, Y. (2009). Bermain pengantar bagi penerapan pendekatan beyond center  and circle time (BCCT) dalam dimensi PAUD. Bandung: Rizqi Press.

Anggraeni, I.N. (2008). Permainan kreatif asah kecerdasan logis matematis. Bandung: CV Andi Offset.

Aqib, Z. (2014). Model-model, media, dan strategi pembelajaran kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya.

Departemen Pendidikan Nasional (2007). Pedoman pembelajaran  permainan berhitung permulaan di taman kanak-kanak. Jakarta: Direktorat Pembinaan TK dan SD.

Hartinah, S. (2009). Pengembangan peserta didik. Bandung: PT Refika Aditama.

Huda, M. (2013). Model-model pengajaran dan pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Komalasari, K. (2013). Pembelajaran kontekstual konsep dan aplikasi. Bandung: Reflika Aditama.

Susanto, A. (2011). Perkembangan anak usia dini pengantar dalam berbagai aspeknya. Jakarta: Kencana.

Yamin & Sabri, S.J. (2010). Panduan pendidikan anak usia dini (PAUD). Jakarta: GP Press

Related posts