RadarJateng.com, Pendidikan – Akhir – akhir ini masyarakat kita sudah mulai melupakan budaya antri. Ini terlihat pada saat antri mengambil formular, antri pada saat mengambil tiket dan antri pada saat kegiatan sosial di Masyarakat, terlihat masih banyak orang yang suka berdesakan ataupun memotongantrian orang lain. Hal ini disebabkan karena masih minimnya pembiasaan budaya antri(sabar menunggu pergantian) dalam Pendidikan moral dan karakter dilingkungan rumah ataupun sekolah. Pendidikan dasar bagi anak terjadi pada saat usia emasnya (golden age), yaitu pada usia 0 -6 tahun. Baik Pendidikan secara fisik maupun non fisik. pendidikan karakter pun akan terjadi pada usia emas tersebut. Budaya antri yang efektif dan positif mencerminkan bagaimana pendidik mendidik dan membimbing anak untuk mengenal berbagai aturan yang berlaku di lingkungannya. Dengan menerapkan teknik yang tepat dan sesuai dengan perkembangan anak memungkinkan budaya antri yang dikenal pada anak usia dini dapat dipahami.
Salah satu contoh penerapan stimulasi anak adalah pembiasaan diri disekolah dengan cara budaya antri (sabar menunggu giliran). Dengan menerapkan aturan – atuaran dilingkungan sekolah, kemampuan berbahasa, berbicara, mengikuti perintah akan terasah pada saat guru memberikan kesempatan tata tertib yang berkaitan dengan budaya antri (sabar menunggu giliran). Mungkin terkesan hal yang sangat sederhana saat kita membaca kalimat “sabar menunggu giliran”. Budaya antri (sabar menunggu giliran) sebagai pengembangan dari kecerdasan sosial emosional anak usia dini. Mengantri adalah kegiatan sepele yang memiliki arti yang sangat penting, karena sabar menunggu giliran untuk Pendidikan anak usia dini adalah sikap anak dapat menghargai sesama teman untuk mengantri dan tidak saling berebut dan belajar tidak lekas marah.
Budaya sabar menunggu giliran sudah kami terapkan dalam lingkungan sekolah, seperti guru mengajar anak secara berurutan saat masuk dan keluar kelas, guru juga mengajarkan anak dapat bergiliran ketika ingin bertanya, guru juga mengajarkan anak antri cuci tangan hendak makan, antri saat mengumpulkan buku, serta guru juga mengajarkan anak untuk dapat bergantian dalam menggunakan mainan disekolah. Pola asuh dan karakter orang tua dan keluarga disekitar anak juga salah satu faktor yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Perkembangan sosial emosional, motorik, dan pola pikir anak akan terbentuk pada dua lingkungan besarnya yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah genetik, kecukupan gizi dan pola makan, pola asuh orang tua, stimulasi (penglihatan visual, bicara verbal, pendengaran auditori, taktil sentuhan). Stimulasi melalui bermain membaca, bernyanyi dan aktivitas sehari – hari lainnya dapat membantu anak merangsang kemampuan otak sekaligus gerak tubuh dan ketrampilan indranya. Lingkup tempat tinggal anak Bahasa (berbicara, mengikuti perintah), Motorik halus (memotong, menulis, menggambar), Motorik kasar (berjalan, berlari, melompat), kepribadian atau tingkah laku (sosialisasi dan interaksi).
Dalam pembiasaan budaya antri (sabar menunggu giliran) dalam kehidupan sehari hari merupakan salah satu jalan membentuk karakter anak. Dimana karakter anak merupakan hal yang penting dalam pendidikan saat ini terutama pendidikan anak usia dini.
Penulis, Didin Widayanti, S.Pd Guru TK Dharma Wanita Persatuan 1 Glanggang, Malang – Jawa Timur