RadarJateng.com, Pendidikan – ABSTRAK. Keluarga merupakan lingkungan terdekat yang dimiliki oleh anak. Di dalam sebuah keluarga biasa terdapat individu seperti orangtua dan anak. Keluarga menjadi sebuah lingkungan dimana terjadi interaksi interpersonal. Berawal dari keluargalah, tumbuh kembang anak akan dimulai. Semua potensi yang dimiliki anak perlu mendapat perhatian khusus dan dukungan melalui dari anggota keluarga terkait terutama orangtua. Potensi tersebut antara lain potensi intelektual, moral, emosional dan sosial.
Orangtua harus mampu memberikan stimulasi yang tepat yang dapat mengembangkan potensi anak. Karena pada kenyataannya setiap anak memiliki potensi yang berbeda. Orangtua perlu memahami tentang aspek perkembangan dan potensi anak mereka sendiri sebelum memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan. Ada anak yang sangat menonjol di bidang berhitung, berkomunikasi, bersosialisasi, dan banyak hal lainnya. Potensi anak akan berkembang pesat dengan adanya dukungan penuh dari orangtua.
Kata kunci: potensi anak, orangtua, dukungan
Orangtua merupakan manusia yang bertanggung jawab penuh terhadap anaknya. Berhasil atau tidaknya seorang anak tentunya melibatkan peran orangtua. Orangtua perlu melakukan komunikasi secara intens dengan pendidik atau guru dari sang anak. Salah satu bentuk tanggung jawab orangtua adalah dengan mereka melibatkan diri di dalam pembelajaran anak.
Orangtua jaman sekarang banyak yang belum memahami kelebihan yang anak mereka miliki. Mereka memasrahkan tanggung jawab kepada guru di sekolah. Seolah-olah gurulah yang memiliki tanggung jawab penuh atas keberhasilan seorang anak. Tuntutan ekonomi menjadikan peran orangtua dalam tumbuh kembang anak berkurang. Waktu banyak dihabiskan di dunia kerja. Berangkat pagi pulang malam bahkan kadang tidak pernah bertemu dan berkomunikasi dengan anak sendiri.
Bagaimana potensi anak bisa berkembang bila orangtua sibuk bekerja dan tidak menghiraukan si buah hati?
Tentunya pertanyaan itu masih sering mengganjal dalam benak saya. Oleh karena orangtua perlu memahami terlebih dahulu mengenai potensi anak. Menurut Endra K. (2004:6) “Potensi diri adalah kekuatan yang masih terpendam yang berupa fisik, karakter, minat, bakat, kecerdasan, dan nilai-nilai yang terkandung dalam diri tetapi belum dimanfaatkan dan diolah.” Maka potensi dalam diri anak dapat berkembang sangat baik apabila ada dukungan orangtua. Potensi anak tidak hanya terwujud dalam hal yang bersifat intelek. Ada banyak hal yang bisa dikembangkan orangtua untuk anak memiliki bekal yang cukup dalam menghadapi dunia. Potensi-potensi tersebut antara lain potensi intelektual, moral, emosional, dan sosial.
Pertama, potensi intelektual. Potensi intelektual adalah kecakapan yang tinggi dalam berpikir. Menurut Suarni (2014) konsep intelektual adalah kemampuan seseorang dalam berpikir dan/atau bertindak. Sedangkan potensi intelektual adalah tidak hanya meliputi menghitung dan mengingat. Maka diharapkan orangtua mampu memaknai potensi intelektual tidak hanya sebatas hitungan angka, huruf, dan hafalan. Namun lebih daripada itu. Kemampuan intelektual memiliki cakupan yang lebih luas. Potensi intelektual lebih mengacu pada proses menganalisis dan penyelesaian masalah. Potensi ini harus dibudayakan dalam mengembangkan kemampuan pola pikir.
Kedua, potensi moral. Potensi moral merupakan landasan dasar dari perilaku yang dapat membedakan baik dan bruk, mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Anak akan belajar banyak hal. Mereka bisa menolak apapun hal yang bertentangan dengan keinginan mereka. Potensi moral sangat penting dikembangkan dalam menghadapi kehidupan nyata. Potensi ini harus dikembangkan sejak usia dini karena itu akan berpengaruh besar pada kehidupannya di masa mendatang.
Banyak orangtua yang membekali anak mereka dengan bahasa halus, ilmu-ilmu pengetahuan tentang moral namun lupa bagaimana caranya menjalankan moral baik tersebut. Perlu diketahui bahwa seorang anak akan meniru siapa yang menjadi contohnya. Oleh sebab itu, selain teori, orangtua juga harus memberikan contoh yang nyata melalui kehidupan sehari-hari.
Ketiga, potensi emosional. Emosional adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan cara menunjukkan perasaan emosi. Emosional bisa muncul akibat ada rangsangan. Kecerdasan emosional menurut Daniel Goelmen dalam bukunya yang berjudul “Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ?” adalah merupakan kemampuan mengenal perasaan diri sendiri, dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan daam hubungan dengan orang lain. Pada kenyataannya, potensi kecerdasan emosional berpengaruh lebih besar dibanding dengan kecerdasan intelektual saja. Kecerdasan intelektual yang diimbangi dengan kecerdasan emosional, tentunya akan berdampak lebih baik bagi perkembangan keberhasilan anak.
Keempat, potensi sosial. Potensi sosial merupakan kapasitas dalam menyesuaikan diri dan mempengaruhi orang lain. Anak dalam proses perkembangan menuju kematangan interaksi sosial, terdapat bentuk perilaku sosial fondasinya harus dibina. Perkembangan sosial menurut Hurlock (1978), adalah perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Landasan yang diberikan pada anak oleh orangtua saat masa prasekolah akan menentukan cara anak menyesuaikan diri dengan situasi sosial yang ada. Banyak anak yang memiliki masalah sosial dengan lingkungan diakibatkan orangtua yang belum mempersiapkan anak dengan baik ketika masih usia dini. Potensi sosial yang terhambat, akan berpengaruh terhadap kehidupannya di masa mendatang. Itu akan berdampak buruk bagi anak tersebut dan orang lain di sekitarnya. Oleh karena itu, peran orangtua dalam mengembangkan potensi kecerdasan sosial anak sejak dini sangatlah perlu.
Peran Orangtua dalam Memaksimalkan Potensi Anak
Lalu bagaimana peran orangtua dalam memaksimalkan potensi anak mereka? Berikut beberapa tips yang bisa ayah bunda lakukan:
Potensi Kecerdasan Intelektual:
- Mengajak anak membaca buku cerita bersama, seraya belajar tentang simbol-simbol
- Menyediakan permainan seperti puzzle, tebak-tebakan, lego, balok, dll
- Melakukan kegiatan permainan fisik dengan aturan
- Memberi makanan bergizi, beragam dan seimbang yang cukup
- Menstimulasi anak melalui kegiatan eksploratif, biarkan anak bereksperimen
- Bangun interaksi yang kuat dengan anak
- Pemberian reward/ penghargaan kepada anak setiap kali dia menunjukkan peningkatan kemampuan
Potensi Kecerdasan Moral:
- Bekali anak dengan ilmu agama sejak dini
- Latih anak berempati, ajak anak membantu sesama yang sedang membutuhkan bantuan
- Kenalkan pada anak mana perbuatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan
- Latih kesabaran anak, tidak selalu menuruti semua kemauan anak
- Ajari anak menghormati orang lain, biasakan anak mengucap kata “terimakasih”, “tolong”, “maaf”, dan “permisi”
- Bimbing anak untuk patuh, taat aturan, dan bersikap adil
- Membiasakan anak berbagi, misalnya dengan meminjamkan mainan kepada teman dan memberi uang santunan korban bencana alam
Potensi Kecerdasan Emosional:
- Latih anak bersikap tenang dalam segala hal
- Hindari sikap reaktif saat menghadapi orang yang sedang emosi
- Biasakan berpikir positif dalam segala hal
- Beri kesempatan anak mengungkapkan perasaannya
- Bimbing anak merefleksi diri secara sederhana
- Mendukung motivasi diri anak
- Dukung anak agar lebih percaya diri
- Membina hubungan yang terbuka dan saling memahami
Potensi Kecerdasan Sosial:
- Latih anak bekerjasama dalam kelompok, misalnya ajak anak ikut kerja bakti di lingkungan sekitar
- Ajak anak dalam dalam ruang lingkup yang lebih besar seperti hajatan, arisan, menjenguk orang sakit dll
- Dengarkan anak berbicara dengan baik, jangan memotong pembicaraannya
- Melakukan komunikasi nyaman secara intens, menjaga kontak mata dan perhatian terfokus ketika berkomunikasi
- Latih kemandirian anak dengan memberi mereka pilihan dalam mencari solusi pemecahan masalah
- Hadirkan teman sebaya anak untuk bermain
- Menjadi suri tauladan yang nyata bagi anak
Orangtua yang bekerja, tetap harus bisa memberikan pelayanan kepada si buah hati, luangkan waktu bersama itu sangatlah penting. Jangan sampai orangtua dan anak kehilangan momen berharga yang seharusnya ada. Karena masa kanak-kanak hanya terjadi sekali seumur hidup, dan tidak akan pernah terulang kembali.
Penulis, Catur Septiani, S.Pd. Guru TK Mardi Siswa, Kec. Ungaran Timur Kabupaten Semarang – Jawa Tengah