Implementasi Proyek Buku Cerita Bergambar Sebagai Upaya Belajar Berkolaborasi Dengan Teman Sebaya.

Ibu Yayuk Nur’ Aini, S. Pd Guru TK Aisyiyah Bustanul Athfal I Semboro, Kec. Semboro – Jember – Jawa Timur.

RadarJateng.com, Pendidikan Pada dasarnya pembelajaran merupakan suatu interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang saling bertukar informasi. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar berjalan dengan baik. Proses pembelajaran dialami manusia sepanjang hayat, serta berlaku di mana pun dan kapan pun.

Implementasi Proyek Buku Cerita Bergambar sebagai upaya Belajar Berkolaborasi dengan Teman Sebaya dapat dilakukan dengan:

1. Scaffolding, adalah metode pembelajaran dimana tingkat dukungan guru disesuaikan dengan kemampuan kognitif siswa. Dengan demikian, guru dapat menyesuaikan tingkat pengajaran dalam pelajaran sesuai dengan potensi masing-masing siswa. Teknik dasar pijakan/scaffolding menurut Teori Vygotsky. Vygotsky memang percaya bahwa lingkungan sosial, baik guru, orang tua maupun teman sebaya berperan penting dalam membangun/meningkatkan pengetahuan serta membantu pemecahan masalah pada anak. Namun dalam teori asli Vygotsky tidak menyebutkan bahwa orang dewasa harus selalu membantu anak di setiap tantangan yang mereka hadapi, melainkan hadir untuk memberikan dukungan, motivasi dan membuat perencanaan yang matang agar anak mencapai kemampuan maksimal yang bisa dicapai olehnya. Nah proses/upaya inilah yang disebut dengan scaffolding/pijakan dalam teori Vygotsky. Artinya apa? Ayah, Bunda dan Sobat PAUD perlu teliti dalam menerapkan konsep ini, karena sering kali scaffolding justru banyak salah kaprah dalam praktiknya sehingga seolah anak dipandang sebagai individu yang lemah yang hanya menunggu bantuan orang dewasa dalam bertindak/menyelesaikan masalah yang dihadapi. Selain itu juga memicu adanya kecenderungan memaksa untuk mencapai ekspektasi atau harapan tertentu. Untuk mencegah hal itu, mari kita bahas teknik dasar scaffolding berikut ini:

Read More
  1. Fokus pada upaya memfasilitasi anak-anak mencari solusi/problem solving. Hal ini dapat Sobat PAUD lakukan dengan mendorong anak untuk berpikir kritis dan kreatif bukan dengan menuntun secara berlebihan untuk bertindak sesuai harapan keluarga atau guru. Hindari juga ekspektasi yang tidak sesuai dengan prinsip tumbuh kembang anak, misalnya mengharapkan anak cepat mahir calistung sebelum pada waktunya.
  2. Memperhatikan keunikan setiap anak. Pembelajaran paling efektif itu adalah ketika guru mengetahui potensi, minat bakat dan tingkatan pengetahuan masing-masing anak, kemudian pembelajaran disesuaikan dengan keunikan tersebut.
  3. Pembelajaran yang diciptakan mampu membangun hubungan emosional antara anak dengan materi dan metode yang digunakan. Tujuannya adalah untuk membantu mempertahankan minat dalam kegiatan belajar melalui pengelolaan hubungan emosional mereka dengan materi dan metode yang digunakan. Jadi, ada keterikatan anak dengan materi dan metode yang digunakan.
  4. Menciptakan iklim emosional yang positif di dalam kelas. Guru perlu menciptakan iklim emosional melalui berbagai pendekatan dalam pembelajaran, desain pembelajaran, dan interaksi dengan anak. Karena, perasaan aman yang mendasar akan membantu mereka dalam bereksplorasi bahkan juga memudahkan proses adaptasi di lingkungan yang baru saat memasuki jenjang Pendidikan selanjutnya (sekolah dasar).

konsep scaffolding ini sangat sejalan dengan prinsip kurikulum merdeka yang saat ini sedang digencarkan. Artinya apa? Pembelajaran itu tidak boleh rumit dengan memaksakan ambisi orang tua/guru, melainkan harus sederhana namun menantang minat dan segala potensi melalui aktivitas bermain bermakna.

2. Metode Tutor Sebaya. Metode Tutor Sebaya adalah cara penyajian bahan ajar dengan memanfaatkan siswa yang telah mampu menguasai materi tersebut sementara siswa yang lainnya belum. Dengan memanfaatkan kemampuan siswa yang ada, maka proses pembelajaran berlangsung dari siswa, oleh siswa dan untuk siswa.

Antusias anak – bermain dengan teman sebayanya di TK Aisyiyah Bustanul Athfal I Semboro, Kec. Semboro – Jember – Jawa Timur.

3. Kooperatif Learning. Cooperative learning adalah model pembelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa yang lebih pandai dalam sebuah kelompok kecil yang hasilnya akan dipresentasikan kepada kelompok lain di dalam kelas. Hasil kelompok tersebut kemudian didalami dan ditanggapi sehingga terjadi proses belajar yang aktif dan dinamis.

Model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan pengelompokan siswa sesuai tingkat kemampuan akademik yang berbeda dalam kelompok kecil. Dalam hal ini, artinya bukan berarti guru membeda-bedakan siswa tetapi membantu mereka memahami materi sesuai kemampuannya.

Tentunya ada banyak manfaat yang dirasakan siswa dengan metode pembelajaran kooperatif. Salah satu manfaat itu adalah memiliki keterampilan sosial. Siswa dapat memiliki keterampilan sosial, khususnya dalam bekerja sama, seperti kemampuan menghargai pendapat teman, menjelaskan kepada teman sekelompoknya dengan baik, kemampuan komunikasi dan diskusi dengan teratur, kemampuan bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu, dan kemampuan memimpin.

Penulis, Yayuk Nur’ Aini, S. Pd Guru  TK Aisyiyah Bustanul Athfal I Semboro, Kec. Semboro – Jember – Jawa Timur.

Related posts