RadarJateng.com, Pendidikan – Perkembangan intelektual atau berpikir anak terjadi sangat pesat pada kurun usia 0 – 6 tahun. Masa usia dini bisa disebut sebagai masa peka belajar. Dalam masa ini segala potensi kemampuan anak dapat dikembangkan secara optimal, tentunya dengan bantuan dari orang yang ada dilingkungan anak tersebut misalnya dengan bantuan orang tua dan guru. Salah satu kemampuan anak yang sedang berkembang saat usia dini adalah kemampuan berbahasa. Penguasaan bahasa anak sangat erat kaitannya dengan kemampuan kognisi. Banyaka anak mengembangkan kemampuan berbicara dan mendengar tanpa arahan langsung dari orang dewasa. Anak belajar berbicara dari percakapan yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Sejak lahir anak belajar mengeluarkan tangisan dan suara untuk menyatakan kebutuhannya dan merespons dari lingkungannya.
Perkembangan bahasa anak memang masih jauh dari sempurna. Namun potensinya dapat dirangsang dengan komunikasi yang lebih aktif dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Kualitas bahasa yang digunakan orang-orang disekitar anak akan mempengaruhi keterampilan anak dalam berbicara atau berbahasa. Guru merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Guru harus dapat mengupayakan berbagai strategi yang dapat mengembangkan kemampuan bahasa anak.
Kemampuan berbicara anak akan berdampak pada kecerdasan bahasa atau linguistiknya, karena dengan berbicara dapat mempengaruhi pada penyesuaian diri anak dengan lingkungan sekitar. Anak yang memiliki kecerdasan linguistik akan dapat dengan mudah belajar berbicara, seperti cepat memahami pembicaraan orang lain disekitar dan dapat menguasai kosa kata yang lebih banyak lagi. Tetapi kemampuan untuk meningkatkan kecerdasan linguistik anak ini tidak akan tumbuh dengan sendirinya, harus melalui proses pembelajaran serta stimulus dari lingkungan terdekat anak. Melalui berinteraksi dalam kegiatan belajar maupun bermain, anak secara tidak langsung sudah mengembangkan kecerdasan lingustiknya. Hal ini akan terus berlangsung sesuai dengan bertambah usia anak.
Pendidikan Anak Usia Dini memberi fasilitas kepada anak didiknya dengan menggunakan banyak metode dan mengeksplorasi kembali sumber belajar untuk media pembelajaran yang dapat merangsang minat belajar dan mengembangkan kecerdasan bahasa atau lingustik anak. Salah satu metode yang dapat mengembangan kecerdasan linguistik anak yaitu menggunakan metode bercerita serta menggunakan media “Boneka Tangan”. Bercerita menggunakan boneka tangan dapat diharapkan anak-anak akan lebih tertarik untuk mencoba bermain dengan tidak melupakan aspek perkembangan bahasa serta kecerdasan linguistik.
Melalui cerita atau dongeng banyak hal tentang hidup dan kehidupan yang dapat kita informasikan kepada anak-anak. Begitu juga dengan pesan-pesan moral dan nilai-nilai agama dapat kita tanamkan kepada anak-anak melalui tokoh-tokoh yang ada dalam cerita atau dongeng tersebut. Media boneka tangan merupakan media dalam pembelajaran bercerita yang sesuai dengan karakteristik anak-anak usia dini yang berada pada tahap pengenalan. Pembelajaran bercerita kadang kurang menarik perhatian anak, akibatnya anak-anak yang malu dan tidak mau bercerita ke depan kelas. Oleh karena itu perlu media boneka tangan sebagai alat bantu untuk menyampaikan materi pembelajaran. Penggunaan media boneka tangan, sebaiknya dilaksanakan pada kelas kecil, agar perhatian guru dapat menyeluruh dan anak-anak mendapatkan waktu yang lebih lama untuk menggunakan boneka tangan dan sebaiknya menggunakan cerita yang tidak terlalu panjang dan jenis ceritanya adalah cerita fabel.
Dengan bercerita menggunakan media boneka tangan maka anak-anak akan lebih tertarik untuk belajar, kerena dengan cerita anak-anak akan bisa menambah kosa kata bahasa dan kecerdasan linguistiknya terbentuk.
Adapun teknik bercerita dengan menggunakan boneka tangan adalah sebagai berikut :
- Jarak boneka tidak terlalu dekat dengan mulut pencerita
- Kedua tangan harus lentur memainkan boneka
- Antara gerakan boneka dengan tangan suara tokoh harus sinkron
- Sedapat mungkin selipkan nyanyian dalam cerita melalui perilaku atau tindakan tokoh
- Selipkan beberapa pernyataan non-cerita sebagai pengisi cerita sekaligus pelibatkan anak
- Lakukan improvisasi melalui tokoh dengan melakukan interaksi langsung dengan anak
- Tutup cerita dengan membuat kesimpulan dan ajukan pertanyaan cerita yang berfungsi sebagai latihan bagi anak
- Sesekali apabila cerita tidak dilakukan di panggung boneka, dekatkan boneka tangan pada anak yang tampak terpesona atau sebaliknya.
Penulis : Herti, S.Pd Guru TK Tunas Bangsa Kec. Semanding Kab. Tuban Prov. Jawa Timur