RadarJateng.com, Pendidikan – Pembelajaran sejarah dewasa ini senantiasa berinovasi meskipun cenderung memiliki persepsi yang kurang baik. Pembelajaran sejarah memiliki tujuan agar setiap peserta didik dapat membangun kesadaran mengenai pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan. Hakikat dari proses pembelajaran sejarah ialah dikhususkan untuk membantu peserta didik agar dapat mengetahui berbagai kisah dan kejadian sejarah yang pernah terjadi pada masa lampau. Selain itu, peserta didik mampu menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari Bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai kehidupan baik nasional maupun internasional (Widja, 1989:30).
Karakter peserta didik yang lebih menghargai sejarah dengan jiwa nasionalismenya yang tinggi dapat dicapai dengan adanya pemahaman akan konsep sejarah yang baik dan didukung oleh penggunaan metode, model, dan pendekatan, serta teknologi yang tepat. Ketertarikan peserta didik terhadap mata pelajaran sejarah seringkali dianggap sebelah mata atau bahkan tidak memiliki nilai kebermanfaatan untuk masa depan. Oleh sebab itu, seorang guru harus mampu menggunakan metode yang sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga peserta didik lebih merasa tertarik dalam mengikuti pembelajaran sejarah.
Ketertarikan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran bisa dipengaruhi oleh faktor pendidik itu sendiri, tak jarang masih banyak pendidik yang megajarkan sejarah dengan gaya konvensional dimana proses penyampaian materi lebih didominasi oleh guru. Hal tersebut membuat peserta didik cenderung merasa bosan dan tak bisa memahami konsep sejarah dimana sejarah dianggap peristiwa yang lalu yang tidak ada kaitannya dengan masa kini. Selama ini praktik pembelajaran sejarah di sekolah masih cenderung belum sampai pada kebermaknaan dan kebermanfaatan pada diri peserta didik, melainkan pada proses transfer informasi atau transfer of knowledge saja. Padahal pembelajaran sejarah tidak sebatas untuk mencapai aspek kognitif saja.
Guru sejarah perlu memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik yang sering kali dilupakan. Seorang pendidik harus mampu menyajikan suatu proses pembelajaran sejarah yang bermakna atau mampu mengaitkan konsep sejarah yang telah terjadi di masa lalu dengan masa kini, salah satunya dengan menggunakan contextual teaching learning method.
Menurut Nurhadi (Sugiyanto, 2007), CTL ( Contextual Teaching Leaning ) merupakan konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik, bukan sekadar dilihat dari sisi produknya, akan tetapi melalui prosesnya juga. Peserta didik diharapkan mampu menerapkan apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada berbagai masalah yang ada di dunia nyata dan menggunakan pengalaman serta pengetahuannya untuk membangun pengetahuan baru, sehingga pembelajaran lebih terasa menyenangkan.
Penulis sebagai guru sejarah di SMA Raden Fatah Cimanggu Kabupaten Cilacap memilih menggunakan contextual teaching learning method pada materi imperialisme dan kolonialisme di kelas XI IPS 1 untuk meningkatkan pemahaman konsep sejarah dan mengembangkan nilai-nilai karakter. Terdapat semboyan 3G (Gold, Glory, Gospel) dalam faktor penjajahan Eropa masuk ke Indonesia. Bangsa Eropa masuk ke Indonesia karena menginginkan rempah-rempah, disebut Gold. Konteks masa lalu tersebut, kita kaitkan dengan keadaan Indonesia masa kini, lalu muncullah pertanyaan, “Apakah bagi bangsa lain, Indonesia masih memiliki nilai daya tarik?”. Ketika mendengar pertanyaan tersebut, peserta didik yang awalnya jenuh, berubah menjadi lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran, sehingga menghasilkan jawaban yang cukup beragam, seperti keindahan alam yang harus dilestarikan, memanfaatkan sumber daya alam secara bijak, melestarikan keanekaragaman budaya, dan memahami akan letak geografis yang strategis untuk meningkatkan daya saing dalam berbagai aspek.
Di tengah berbagai macam masalah dalam pembelajaran sejarah, khususnya berkaitan dengan kurangnya rasa kebermanfaatan sejarah bagi peserta didik, nampaknya model pembelajaran ini sangat cocok digunakan untuk mengatasi masalah tersebut.
Penulis: Kartika Rahmadhani, S. Pd, SMA Raden Fatah Cimanggu, Cilacap – Jawa Tengah