RadarJateng.com, Pendidikan – Pada usia dini ini sebaiknya guru mengetahui tentang karakteristik perkembangan social-emosional anak didik, agar bisa mengarahkan ke perilaku yang baik, diantaranya sebagai berikut: (1) menunjukkan penghargaan terhadap guru; (2) tidak terlalu cepat menangis bila menginginkan sesuatu tidak terpenuhi; (3) tidak menunjukkan sikap murung; (4) tidak suka menentang guru; (4) tidak suka mengganggu teman: (5) senang bermain dengan anak lai; (5) tidak suka menyendiri; (6) menolong dan membela teman (Nugraha; Rachmawati,2008).
Dalam kaitannya dengan pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga selama ini belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik.
Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .
Pembentukan karakter anak usia dini dengan memperhatikan karakteristik perkembangan social-emosional anak didik, agar bisa mengarahkan ke perilaku yang yang lebih baik. Beberapa metode yang dapat dilakukan untuk menanamkan nilai – nilai karakter pada anak adalah :
Melalui metode bercerita, anak dapat mengembangkan imajinasinya sesuai dengan keinginannya. Bercerita bagi seorang anak adalah sesuatu yang menyenangkan. Dalam bercerita seorang anak dapat memperoleh nilai yang berarti bagi proses pembelajaran dan perkembangan emosi dan sosialnya. Bercerita dapat berfungsi sebagai alat untuk mendukung proses pembelajaran berbagai ilmu pengetahuan dan nilai pada anak (Hidayat, 2003).
Cerita tentang kancil yang cerdik, kancil dan buaya, bawang putih dan bawang merah, merupakan contoh lain dari penggunaan ceritera untuk menanamkan nilai-nilai pada anak. Bercerita juga dapat berfungsi untuk membangun hubungan yang erat dengan anak, karena memalui cerita, para pendidik dapat berinteraksi secara hangat dan akrab, terlebih lagi jika mereka menyelingi atau melengkapi cerita-cerita itu dengan unsur humor (Solehudin, 2000).
Melalui bercakap-cakap dan tanya jawab, anak dapat mengembangkan kemampuan dalam berkomunikasi. Komunikasi adalah pertukaran pikiran dan perasaan yang dapat dilakukan dalam berbagai bentuk bahasa, seperti gerakan tubuh, ekspresi wajah, secara lisan atau lewat bahasa tulisan. Yang paling efektif dalam berkomunikasi adalah menggunakan bahasa lisan. Ada hal yang harus dipenuhi dalam berkomunikasi, yaitu anak harus menggunakan bahasa yang juga dapat dimengerti oleh orang lain baik secara verbal maupun non verbal.
Bermain peran, dilakukan anak dengan cara memerankan tokoh-tokoh, benda-benda, binatang ataupun tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar anak. Melalui permainan ini daya imajinasi, kreativitas, empati serta penghayatan anak dapat berkembang. Anak-anak dapat mnjadi apa pun yang diinginkannya dan ia juga dapat melakukan manipulasi terhadap obyek, seperti yang diharapkannya. Contoh, jika ia mengagumi gurunya, ia akan memerankan tokoh gurunya, seperti yang biasa ia lihat di sekolah, demikian juga jika ia mengagumi bapaknya, ia akan memerankan tokoh bapaknya, seperti yang biasa ia lihat pada saat di rumah. Namun, sebaliknya jika ia tidak senang pada tokoh tertentu, ia tidak akan pernah menghadirkan tokoh tersebut dalam permainannya. Kalaupun ia memerankannya maka ia akan mengubah karakter tokoh tersebut menjadi sosok seorang yang diinginkannya.
Berdasarkan atas uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bercerita, bercakap – cakap dan bermain peran dapat menamankan nilai – nilai karakter pada anak usia dini.
Penulis : Andi Abidah.S.Pd AUD, TKN Pembina Lasusua Kab Kolaka Utara Sulawesi Tenggara