RadarJateng.com, Pendidikan – Keterbatasan dapat dialami oleh setiap orang baik dewasa maupun anak-anak, dan penyebab dari keterbatasan tersebut bermacam-macam, ada yang memiliki keterbatasan yang merupakan penyakit atau kelainan bawaan sejak lahir dan ada pula keterbatasan yang diderita ketika dewasa. Keterbatasan tersebut yang paling disoroti salah satunya seperti anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus (Heward/disabilitas) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Pada dasarnya, manusia diciptakan oleh Tuhan hidup di dunia ini tidak sempurna. Setiap manusia dalam kehidupannya pasti memiliki keterbatasan. Ada yang memiliki keterbatasan secara fisik dan ada yang memiliki keterbatasan secara materi. Namun terkadang, seperti sudah menjadi sudut pandang yang biasa, melabel seseorang berdasarkan keterbatasan yang dimilikinya. Padahal melabel seseorang berdasarkan keterbatasan yang dimilikinya merupakan hal yang berbahaya. Apalagi terutama menyangkut keterbatasan secara fisik yang pada dasarnya hal tersebut merupakan sesuatu yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada dirinya. Dampaknya, label bagi orang-orang yang menyandang keterbatasan tersebut dapat membuat mereka merasa rendah diri atau dapat menyebabkan orang lain memperlakukan mereka secara berbeda dari orang-orang pada umumnya.. Namun, terdapat kelebihan serta potensi dari diri mereka yang dapat dimaksimalkan.
Dalam kesehariannya, disini penulis selaku GPK (Guru Pendamping Khusus ) ingin berbagi cerita dan pengalaman ketika bermain dan berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan pengalaman penulis, peserta didik yang dibimbingnya selama ini diantaranya autis. Menurut Leo Kanner (1943) autisme bisa diartikan “autos” yang artinya sendiri. Autisme cenderung lebih banyak dialami oleh laki daripada perempuan. Adapun gejalanya diantaranya yaitu hambatan komunikasi, hambatan soaialisasi dan minat terbatas serta perilaku reprtitif. Penyebabnya sendiri sampai saat ini belum diketahui seara pasti, menurut teori yaitu kelainan pada anatomi otak, masa kehamilan ibu (pendarahan berat, zat aadiktif, polutan logam berat dll).
Ciri-cirinya adalah gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, komunikasi, suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan. Bagaimana cara penanganannya sejak dini yaitu dengan komunikasi sosial, bermain dan regulasi emosi dengan mengenalkan budaya antri, bergantian, berbagi, visual support, bantu interaksi dan bermain. Adapun kesulitan yang dihadapi oleh penulis saat mendampingi ABK yaitu dalam mengendalikan perilakunya yang kurang fokus dan diselingi perilaku tantrum. Untuk mengatasi hal ini perlu dibuatkan jadwal rutin, visual suppot, modifikasi tugas dan role modelling. Dalam penanganan terhadap ABK yang utama adalah peran dari keluarga dimana orangtua bisa menerima keadaan atau kondisi anaknya dengan tidak menyembunyikan fakta terhadap lingkungan sekitar karena Islam sendiri juga membahas mengenai anak berkebutuhan khusus. Dan yang terpenting bekerjasama dengan ahli yaitu psikiater dan pusat Tumbuh Kembang Anak serta ke sekolah Berkebutuhan Khusus/pusat terapis(sekolah inklusi)
Sebagaimana QS. An-Nur Ayat 61, yang artinya “Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) dirumah kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu, dirumah ibu-ibumu, dirumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, dirumah saudara bapakmu yang laki-laki, dirumah saudara bapakmu yang perempuan, dirumah saudara ibumu yang laki-laki, dirumah saudara ibumu yang perempuan, dirumah yang kamu miliki kuncinya atau dirumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik.
Berdasarkan ayat tersebut jelas, bahwasanya orang yang memiliki keterbatasan termasuk anak berkebutuhan khusus jelas memiliki hak yang sama dengan orang normal. Oleh karena itu, kita sebagai sesama Muslim, wajib untuk menyamaratakan hak antara Muslim yang satu dengan .Karena pada ayat tersebut sudah dijelaskan secara detail bagaimana kita memperlakukan orang yang berkebutuhan khusus selayaknya sama seperti orang normal pada umumnya, bukan hanya dalam hal makan namun dalam kehidupan kita sehari-hari.
Selain itu dalam pandangan Islam, bahwasanya semua manusia diciptakan oleh Allah SWT itu adalah dalam keadaan yang sama dan setara. Namun yang membedakan hanyalah ketakwaannya. Hal ini sejalan dengan Al-Qur’an Surah Al-Hujurat Ayat 11 dan Al-Qur’an Surah 13 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain,boleh jadi mereka yang diperolok-olok lebih baik dari mereka , dan jangan pula perempuan mengolok-olok perempuan yang lain, boleh jadi perempuan yang diperolok-olok lebih baik dari perempuan yang mengolok-olok. Janganlah kamu saling mencela suatu sama lain, dan janganlah memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat maka mereka itulah orang-orang yang zalim”
Demikianlah, sekilas artikel mengenai Anak Berkebutuhan Khusus yaitu “Autisme” yang dapat penulis sampaikan. Penulis berpesan kepada kita semua agar tetap aware dan tanggap dalam membantu, merangkul serta membimbing orang-orang disekitar kita yang memiliki keterbatasan, terutama anak berkebutuhan khusus. Karena, kita harus tetap saling menghargai, menghormati, mengayomi agar tercipta keselarasan dan keserasian dalam kehidupan bermasyarakat.
Sekian yang dapat penulis sampaikan jika ada kesalahan dalam penulisan redaksi kata maupun kalimat mohon maaf, semoga mampu memberikan inspirasi bagi sekolah inklusi lainnya khususnya bagi orangtua yang memiliki Anak Berkebutuhan Khusus sehingga anak mampu ditangani oleh ahlinya sejak dini.
Daftar Pustaka
Handoyo, Y. 2009. “Menyiapkan anak autis untuk mandiri dan masuk sekolah reguler dengan Metode ABA Basic” . Jakarta : BIP kelompok gramedia.