RadarJateng – Warga terdampak PLTU Batang bersama masyarakat Desa Ujungnegoro melakukan aksi duduk di akses jalan yang diklaim sebagai tanah wakaf masjid. Aksi yang digelar beruntun selama 3 hari ini dipicu oleh kekecewaan mereka terhadap PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) selaku pembangun dan pelaksana PLTU yang dirasa berulang kali menipu warga.
Aksi yang diikuti ratusan orang dari tiga desa ini digelar dari mulai hari Senin hingga Rabu (18-20/7/2022). Pada aksi kali ini, nampak lebih banyak petugas kepolisian yang mengamankan penyampaian aspirasi tersebut. Sekitar pukul 09.00 WIB, massa aksi menyampaikan aspirasinya di pintu utama (maingate) PLTU Batang.
“Tuntutan kami selama tiga hari kami demo ini tetap sama. Kesetaraan harga ganti rugi tanah, yakni sebesar 400 ribu rupiah. Lahan pengganti harus lahan yang subur, CSR yang transparan dan mempekerjakan tenaga kerja lokal,” kata orator aksi, Darsani, Rabu (20/7/2022).
Dari tulisan yang ada di spanduk, mereka mengklaim akses jalan tersebut adalah tanah wakaf masjid yang diklaim PT BPI dan diaspal. Tertulis juga, tanah dimaksud saat ini sedang diperkarakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Karenanya, mereka tidak memperbolehkan PT BPI melakukan segala aktivitas yang menggunakan atau melewati tanah tersebut.
“Sekarang sedang digugat oleh para nadzir (pemegang kuasa tanah wakaf-red). Tidak boleh ada kendaraan PT BPI lewat jalan ini, karena ini tanah wakaf masjid yang dikangkangi. Sampai keluar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan berkekuatan hukum tetap,” tegas Darsani.
Kuasa Hukum Warga Terdampak PLTU Batang Minta Pemerintah Jangan Bela PT BPI
Salah satu kuasa hukum para nadzir, Marthen H Toelle membenarkan bahwa saat ini pihaknya tengah memperkarakan pencaplokan tanah tersebut ke PN Jakarta Selatan. Ia menekankan, gugatan yang dilayangkan dilakukan dengan alasan yang sangat kuat.
“Sertipikatnya ada, Hak Milik No 165. Berdasarkan survei lapangan, tanah dengan luas total 10.050 meter persegiitu tercaplok untuk pembangunan jalan akses ke lokasi PLTU Batang seluas 1.246 meter persegi. Harus diingat, berdasarkan PP 28 Tahun 1977, tanah wakaf dilarang diperjualbelikan,” kata Marthen melalui sambungan selular.